Pengamat: Motif Politik di Definisi Terorisme Bikin Repot

Pengamat: Motif Politik di Definisi Terorisme Bikin Repot

Arief Ikhsanudin - detikNews
Sabtu, 19 Mei 2018 09:11 WIB
Ilustrasi definisi terorisme (Danu Damarjati/detikcom)
Jakarta - Pengesahan RUU Terorisme belum menemui titik temu, salah satunya soal definisi terorisme. DPR menginginkan agar tujuan politik dimasukkan ke definisi tersebut. Pengamat menilai politik tak seharusnya masuk di definisi.

"Itu akan merepotkan karena yang akan mendefinisikan motif politik itu siapa? Kan ini konteksnya pencegahan, kan ditangkap dulu. Kalau nanti harus ada motif politik, tapi belum diproses hukum, kan motif diketahui dari proses persidangan, proses penuntutan, kan baru diketahui motif politiknya," ucap pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib saat dihubungi detikcom, Jumat (18/5/2018).


Ridlwan khawatir akan ada perdebatan di publik tentang motif politik. Penanganan terorisme lebih baik diserahkan sepenuhnya kepada polisi tanpa masuknya frasa motif politik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau polisi kan berarti tidak perlu dimasukkan motif politik. Karena penegak hukum punya data siapa yang melakukan serangan. Karakter serangan, tipe serangan. Kan beda antara terorisme dengan yang lain," kata Ridlwan.

Untuk membedakan dengan tindak kejahatan lain, definisi yang ada dalam rancangan RUU sudah memenuhi. Jadi tidak lagi diperlukan frasa 'motif politik'.

"Karena definisi kan sudah detail. Misal menyerang objek vital. Kan sudah ada (dalam RUU), kalau Anda baca. Misal menyerang objek vital, menyerang kepentingan fasilitas umum. Sebelum kata-kata kepentingan politik itu, sudah didetailkan. Dan itu sudah sangat cukup untuk mengindikasikan sebuah teror," kata Ridlwan.

Ridlwan mengatakan masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir pemerintah akan menyalahgunakan wewenang dengan menggunakan UU Terorisme. Hal ini karena pengawasan publik di Indonesia sudah cukup bagus.

"Saya kira, era sekarang, era pengawasan masyarakat, era media sosial. Saya kira tidak memungkinkan ada yang seperti itu. Orang bisa langsung memviralkan, orang bisa lapor ke media, bikin media sendiri, viral di medsos. Pengelolaan demokrasi di Indonesia saya kira sudah baik, tidak seperti zaman Orba (Orde Baru)," ucap Ridlwan.

Berbeda dengan Ridlwan, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan, menginginkan frasa 'ideologi dan tujuan politik' tercantum dalam definisi terorisme.

"Saya pikir (frasa) 'motif politik' juga memang perlu," kata Syarief di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/5).

Syarief punya alasan atas pendapatnya itu. Menurut dia, kebanyakan aksi teror punya keterkaitan dengan berdirinya negara Islam.


Saksikan video Pengamat: Teror Bom Surabaya Sudah Direncanakan Cukup Lama (aik/nkn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads