Harits, yang merupakan Direktur The Community Ideological Islamic Analyst (CIIA), menilai aksi teror yang terjadi di Mapolda Riau pada Rabu (16/5) kemarin berbeda dengan aksi teror yang terjadi di Surabaya pada Minggu (13/5). Dia mengatakan aksi di Riau itu dan sejumlah aksi teror lain merupakan dampak perburuan teroris yang dilakukan oleh Densus 88 Antiteror.
Baca juga: Rentetan Teror dari Surabaya Sampai Riau |
"Kasus di Surabaya itu berbeda dengan kasus di Riau. Kalau di Riau itu sebenarnya adalah efek dari perburuan Densus terhadap kawan-kawan mereka yang punya ideologi yang sama, artinya mereka sama afiliasinya. Nah perburuan ini kan tidak hanya di Surabaya pascaledakan itu, tapi juga di banyak tempat," kata Harits saat berbincang dengan detikcom, Rabu (16/5/2018).
Dia menambahkan, faktanya, banyak orang yang berafiliasi dengan ISIS dan berpaham radikal tersebar di banyak tempat di Indonesia. Inilah yang menyebabkan banyaknya aksi teror di berbagai wilayah di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: JAD, Penebar Teror di Indonesia |
Harits mengatakan, dari kejadian di Mapolda Riau, Pekanbaru, tersebut, terbukti tingkat keahlian para teroris dalam melancarkan aksinya beragam. Ada yang hanya diduga terlibat atau sekadar ikut-ikutan, ada juga yang memang terlibat jauh dan matang dalam merencanakan aksinya.
"Terlihat serangan ini tidak menggunakan bom, artinya ada kemungkinan transfer knowledge atau buku saku pembuatan bom itu tidak terdistribusikan ke semua jaringan mereka. Atau terdistribusikan tapi tidak semua orang punya keahlian untuk merakit. Tapi intinya, mereka kelihatannya panik dan mereka melakukan serangan dengan apa yang dia bisa," jelas Harits.
"Densus 88 ciduk 3 terduga teroris di Probolinggo"? Saksikan videonya di 20Detik:
(jor/tor)