"Terkait bentrok di Mako Brimob, saya berdukacita yang mendalam atas korban dari pihak kepolisian yang gugur dalam tugas di Mako Brimob, untuk mencegah peristiwa ini berulang, karena telah terjadi dua kali," kata Dahnil dalam keterangannya, Kamis (10/5/2018).
"Perlu dilakukan evaluasi dan pengusutan terhadap potensi dugaan adanya abai proseder yang terjadi di Mako Brimob, seperti dari mana napi teroris bisa memperoleh senjata tajam untuk menyerang prajurit polisi," sambung mantan anggota Tim Evaluasi Penanganan Teroris (Tim 9) Komnas HAM ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut Dahnil, dalam kasus ini ada banyak hal lain yang harus menjadi perhatian untuk pengusutan dan evaluasi. Polri harus menjelaskan secara terbuka. Dia tidak ingin tragedi ini terulang, apalagi kejadiannya berada di area kompleks Mako Brimob.
Dia juga meminta masyarakat tetap tenang. Jangan terprovokasi dengan propaganda ISIS yang mengklaim mengendalikan bentrok di Mako Brimob. Menurutnya, ISIS mengklaim untuk menebar ketakutan.
"Padahal pihak kepolisian sudah menyatakan tidak benar, karena propaganda-propaganda seperti itu jamak mereka (ISIS) lakukan untuk teror psikologis agar ketakutan menyebar. Maka publik harus melawan propaganda itu dengan tidak menyebarkan berlebihan bahwa ISIS mengendalikan bentrok di Mako Brimob," ujarnya.
Menko Polhukam Wiranto dan Wakapolri Komjen Syafruddin sudah menyatakan operasi penanganan pemberontakan dan penyanderaan oleh napi teroris di Rutan Cabang Salemba di kompleks Mako Brimob berakhir pagi tadi.
Dalam kasus ini, ada 156 tahanan yang terlibat dalam pemberontakan dan penyanderaan terharap aparat. Ada sembilan polisi yang disandera, lima di antaranya gugur dibunuh secara sadis dengan luka bacokan dan tembakan. (hri/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini