Di seberang SPBU Terban, Kudus, seorang perempuan tanpa canggung membawa ban dalam truk dan alat tambal ban di bengkel tambal ban. Suara bising kompresor beradu dengan suara alat bantu yang dipalu di atas ban luar ukuran besar.
"Saya memang kerja di bengkel tambal ban ini," kata Sri Utami kepada detikcom, ditemui di bengkel tambal ban Sumber Rejeki, Rabu (9/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi saya tidak mengerjakan yang berat-berat seperti melepas ban dalam truk. Saya yang enteng-enteng mengerjakannya," ucap perempuan kelahiran 1988 itu.
Foto: Akrom Hazami/detikcom |
Seperti saat ditemui, Utami tampak sedang menjahit pakai jarumban dalam truk. Ban itu berlubang karena tertancap paku. Sesekali Utami juga menulis nota pemintaan pelanggan.
Ikut menjadi penambal ban bersama ayahnya, memang merupakan kebiasaannya sejak kecil sampai sekarang. Bahkan, tak sedikitpun terpancar rasa malu pada diri Utami. "Kerja ya begini," ungkapnya sambil menyalakan mesin kompresor.
Menurut Imam, dia pernah bertanya kepada anaknya, apa tidak malu kerja jadi penambal ban di bengkel? "Jawab anak saya, 'Tidak apa-apa. Buat apa malu'," ungkap Imam.
Foto: Akrom Hazami/detikcom |
Imam membuka bengkel tambal ban sejak 1990-an. Dia mengaku sempat tak tega jika putri tunggalnya membantu di bengkel tambal ban. Sri Utami bersikeras. Apalagi ini kini Utami sudah berkeluarga, butuh penghasilan.
"Saya kasih uang setiap hari. Kalau pas ramai, bisa saya beri uang Rp 100 ribu. Kalau sepi, ya di bawah itu," bebernya.
Suami Utami bekerja di Surabaya Jawa Timur. Mereka telah dikaruniai satu anak. Sri Utami selain membantu ayahnya di bengkel tambal ban, juga bekerja di salah satu pabrik minuman di wilayah setempat, dengan sistem kerja shift.
"Pokoknya kalau pas tidak kerja di pabrik, dia ke bengkel, bantu saya," ujar Imam yang dulunya bekerja sebagai sopir truk ini. (mbr/mbr)












































Foto: Akrom Hazami/detikcom
Foto: Akrom Hazami/detikcom