Dalam piagam tersebut, Jokowi menegaskan komitmennya untuk mematuhi perintah konstitusi, yakni tugas pemerintah adalah melindungi, mencerdaskan dan menyejahterakan rakyat, termasuk kaum buruh.
"Pemerintah yang kelak akan saya pimpin harus membangun sistem perlindungan bagi kaum buruh dan rakyat pekerja pada umumnya, apa pun profesinya. Komitmen itu saya namakan Tri Layak Rakyat Pekerja, yang sudah saya sampaikan dalam pernyataan politik resmi, pada Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2014," ungkapnya.
Anggota Tim Pemenangan Jokowi-JK, Rieke Diah Pitaloka, kala itu kepada para wartawan menegaskan penandatangan 9 Piagam ini sebagai bentuk sikap dan komitmen Jokowi berjuang untuk rakyat. Salah satu Piagam Perjuangan tersebut adalah Piagam Perjuangan Marsinah.
"Marsinah adalah tokoh buruh. Jokowi menegaskan komitmen perjuangannya yang dinamakan Tri Layak, menyangkut kerja layak, upah layak, dan hidup layak pekerja," kata anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Tapi, menjelang empat tahun masa pemerintahannya, Jokowi dinilai belum memenuhi komitmen yang dia tandatanganinya. "Bagi kami, Jokowi hanya mencatut nama Marsinah dalam piagam itu. Bukan semangat dan inspirasi Marsinah," kata Mutiara Ika Pratiwi dari Perempuan Mahardhika kepada detikcom, Selasa (8/5/2018).
Indikasi bahwa Jokowi telah mengingkari Piagam Marsinah, Ika melanjutkan, adalah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah 78 Tahun 2015. Selain itu, terjadi penangkapan dan kriminalisasi terhadap 26 aktivis buruh dan mahasiswa serta advokat LBH terkait hal tersebut. "Itu bukti bagaimana Jokowi tidak berpihak pada kesejahteraan buruh. Jokowi seharusnya malu memakai nama Marsinah untuk piagamnya," kata Ika.
Salah satu substansi dari PP 78 Tahun 2015 adalah penetapan upah minimum. Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyebut PP tersebut merupakan terobosan dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Sebab, sebelumnya, penetapan upah minimum kerap diwarnai politisasi dan membuat kenaikan upah tidak rasional dan menimbulkan ketidakpastian.
Menurut Hanif, kebijakan upah minimum sebagai bentuk hadirnya negara untuk melindungi buruh agar tidak masuk dalam upah murah. Tapi sejumlah organisasi buruh justru menentang PP tersebut. Presiden KSPI Said Iqbal, misalnya, menilai PP tersebut hanya menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional. Sementara itu, hak berunding upah minimum yang biasanya dilakukan lewat mekanisme tripartit di Dewan Pengupahan ditiadakan.
Menurut rencana, Perempuan Mahardhika dan sejumlah elemen organisasi buruh dan perempuan akan menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka untuk mengenang 25 tahun kematian aktivis buruh Marsinah. Salah satu tuntutannya adalah mendesak pemerintahan Jokowi membentuk peradilan HAM untuk mengusut pelaku pembunuhan terhadap Marsinah.
(jat/jat)