Merawat Taman Pendidikan Kita
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Merawat Taman Pendidikan Kita

Rabu, 02 Mei 2018 14:18 WIB
Erna Tampubolon
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Menguatkan Pendidikan Indonesia
Jakarta -

Apabila pendidikan Indonesia diibaratkan seperti taman, maka tanaman-tanaman yang ada di dalamnya adalah kebudayaan bangsa Indonesia. Yang membuat taman itu menjadi terawat dan hidup adalah pendidik, stakeholder, dan generasi muda.

Tanaman-tanaman yang ada di dalam taman itu memberi kesegaran, kelegaan, keteduhan bagi siapa saja yang melihatnya, sehingga banyak orang tidak ragu-ragu untuk mengunjungi taman itu secara langsung bahkan duduk berlama-lama di sana. Ada banyak pohon yang rindang di sana, ada banyak bunga-bunga yang berwarna-warni.

Budaya Indonesia seperti pohon-pohon yang rindang dan bunga yang berwarna-warni itu. Semua itu telah diwariskan oleh pendahulu kita. Istana Siak dan Tarian Persembahan Melayu merupakan dua contoh kecil saja bagaimana nilai-nilai hidup melalui karya kebudayaan diwariskan kepada kita.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di puncak bangunan Istana Siak terdapat 6 patung burung elang sebagai lambang keberanian dan ketekunan. Ketika mengunjungi istana itu, kita akan melihat betapa pendahulu kita adalah orang-orang yang berani memperjuangkan keadilan dan kebenaran bagi negerinya.

Tarian Persembahan Melayu yang merupakan kebanggaan dan ikon masyarakat Melayu melambangkan kerendahan hati, kesantunan, dan keramahan. Maka tidak berlebihan apabila saya katakan bahwa kebudayaan itu menjadi warna kita. Kebudayaan itu menjadi nilai hidup kita. Tidak hanya itu, kebudayaan itu melindungi kita dari berbagai pengaruh-pengaruh negatif dari perkembangan teknologi dan media informasi yang begitu cepat di era ini.

Sayangnya, warisan kebudayaan Indonesia itu sering terkikis oleh banyaknya masalah di negeri ini. Masalah pendidikan menjadi pekerjaan rumah yang masih belum selesai, dan harus terus dikaji. Saya telah menjadi guru kurang lebih sepuluh tahun. Selama 10 tahun terakhir saya melihat generasi muda makin lama makin kehilangan pegangan. Generasi yang dibesarkan pada perkembangan teknologi informasi membuat kebanyakan mereka sering lupa bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa ini.

Tidak sulit menemukan siswa yang lebih mencintai smartphone-nya dari pada bukunya. The Statistics Portal mencatat bahwa 56 juta penduduk Indonesia aktif memakai Instagram di bulan April tahun ini. Indonesia menjadi salah satu pemakai Instagram tertinggi di dunia, mengimbangi salah satu negara maju di jagad ini, Amerika Serikat.

Tidak juga sulit menemukan banyaknya komentar di salah satu postingan selebriti. Komentar yang berisi ejekan, seperti lebih banyak tahu, merasa lebih pintar, dan lain sebagainya. Tidak juga sulit menemukan generasi muda yang suka pamer di media sosial, mereka yang tinggal di perkotaan sampai yang tinggal di perdesaan memperlihatkan hal-hal aneh yang mereka pikir lucu, kemudian banyak orang menertawakan kebodohan itu.

Taman yang indah itu berubah menjadi gersang, seperti tidak terawat. Pohon-pohon tidak lagi rindang, bunga-bunga tidak lagi bermekaran. Ada apa dengan taman pendidikan negara kita? Bukankah kurikulum pendidikan Indonesia sudah sangat baik? Saya melihat tidak ada yang salah dengan kurikulum sekarang ini. Kurikulumnya sudah sangat baik.

Ketika saya mengajar Bahasa Inggris, di SKL yang diberikan, setiap siswa harus ditanamkan nilai-nilai hidup sesuai dengan topik pelarannya. Misalnya, saya mengajarkan tentang narrative text, di sana banyak sekali pelajaran hidup yang bisa dibagikan kepada siswa. Belum lagi pelajaran-pelajaran yang lain.

Menurut saya yang belum baik dalam Pendidikan Indonesia ini adalah sumber daya manusianya. Saya adalah guru, dan saya menemui banyak masalah pada peserta didik tidak diakibatkan karena memang mereka seperti itu, tapi karena gagal pengawasan. Memang banyak faktor, bisa saja pola asuh orangtua yang kurang baik, lingkungan, dlsb. Sekolah memang tidak bisa mencampuri ranah orangtua sedemikian rupa, akan tetapi apakah guru sudah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya?

Banyak guru yang mengejar sertifikasi, dan itu tidak salah, namun tidak mendidik dengan baik. Banyak guru yang abai, sehingga siswa lebih suka bermain-main daripada belajar. Banyak siswa yang kehilangan teladan yang baik seperti dalam hal kedisiplinan, ketekunan, dan kerja keras.

Saya tidak mau guru kehabisan waktu menyalahkan orangtua, dan generasi muda yang makin lama makin tidak berbudaya. Mari kita telisik hati kita lebih dalam, sudahkah kita menyirami bunga-bunga itu di dalam hati siswa kita? Sudahkah kita menanamkan nilai-nilai yang baik, dan sudahkah kita memberi teladan yang baik bagi mereka? Masalah akan selalu ada setiap saat, yang paling penting adalah bagaimana membekali generasi muda dengan nilai-nilai hidup di setiap pelajaran kita.

Saya tidak sedang membanggakan diri saya; saya mau menunjukkan bagaimana saya bisa mengendalikan kelas saya dengan baik ketika saya mengajar, dan bagaimana mereka bisa memakai pikiran mereka untuk menganalisis sesuatu, dan bagaimana mereka bisa menolong orang lain di dalam kelas itu, dan bagaimana mereka bisa fokus pada apa yang mereka kerjakan, bukan kepada nilai.

Saya mengajar Bahasa Inggris di SMA favorit di kota saya. Saya selalu mempersiapkan materi saya dengan baik. Saya sudah prediksi waktu-waktunya supaya tidak ada waktu bagi mereka membicarakan hal lain selain topik pelajaran hari itu. Siswa saya sudah tahu bahwa saya tidak akan terlambat ke kelas terutama setelah jam istirahat. Siswa saya tahu bahwa saya akan mulai tepat waktu, dan apabila mereka terlambat mereka harus menunggu sebentar di luar, terutama kalau saya sedang berbicara di depan kelas.

Siswa saya tahu apabila mereka terlambat mereka harus membuat tulisan sebanyak 150 kata. Mereka akan menulis tentang kerugian datang terlambat bagi mereka sekarang dan nanti. Saya akan mengajak siswa yang terlambat lebih dua-tiga kali untuk bicara empat mata. Saya memanggilnya supaya saya mengetahui apakah ada masalah-masalah tertentu yang menjadi akar permasalahannya.

Saya mengajari siswa saya untuk tekun belajar, menganalisis sesuatu, dan memberi solusi. Saya juga membuat proyek tertentu untuk mereka lakukan seperti mengajari warga sekolah Bahasa Inggris. Kemudian mereka akan membuat laporan dan mempresentasikan di depan kelas.

Saya mengajak mereka menganalisis buku ataupun film kesukaan mereka. Saya memberi contoh supaya mereka bisa membuat lebih baik dari contoh itu. Saya mengajari mereka berbicara santun dengan memberi teladan.

Saya tidak mengatakan bahwa saya berhasil. Saya hanya mau mengatakan, saya sudah melaksanakan tugas dan tanggung jawab saya, sehingga saya tidak menyesali apa pun di kemudian hari. Kita harus memulai segala sesuatu dari diri kita sendiri. Kita adalah bangsa yang berbudaya, pendidikan kita juga maju, hanya saja kita harus mengerahkan seluruh tenaga kita untuk merawatnya, sehingga kita menjadi kuat.

Taman itu akan tetap indah jika kita menyiraminya, memberi pupuk yang terbaik, sehingga terawatlah taman itu.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads