"Fakta yang dikonstruksi dalam persidangan hari ini semuanya berisi banyak kesesatan. Dan oleh karenanya, kami menyatakan ini adalah peradilan sesat," kata pengacara terdakwa, Pratiwi Febry, kepada wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang, Banten, Senin (30/4/2018).
Pratiwi mengatakan putusan majelis hakim dalam persidangan vonis hari ini sama sekali tidak menampung rasa keadilan terdakwa. Padahal seluruh keterangan saksi dari JPU, menurutnya, bisa dibantah di muka persidangan dengan menghadirkan 6 ahli dan 2 saksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menilai putusan majelis hakim menafikan fakta-fakta yang diajukan selama persidangan. Hakim dinilai hanya mempertimbangkan satu keterangan ahli dari MUI Pandeglang, KH Zaenuddin, dalam pengambilan keputusan. Orang tersebut, ia menilai, tidak punya kapasitas sebagai ahli karena hanya sebagai orang yang mengeluarkan surat.
Setelah vonis ini, tim kuasa hukum dari LBH Jakarta, menurutnya, akan berkomunikasi dengan terpidana mengenai kemungkinan banding. Yang jelas, Pratiwi menilai vonis 5 tahun penjara terhadap kliennya tidak mempertimbangkan asas berkeadilan.
"Kemungkinan besar iya (banding)," ujarnya.
Terdakwa kasus penistaan agama di Pandeglang, Arnoldy Bahari, divonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pandeglang. Ia dinilai terbukti melakukan pelanggaran pidana berdasarkan Pasal 45a ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun," kata majelis hakim yang diketuai Koni Hartanto.
Majelis hakim menilai Arnoldy Bahari alias Ki Ngawur Permana dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyebar informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan antarindividu, kelompok, dan masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, golongan, dan ras.
Ia juga dijatuhi denda sebesar Rp 100 juta subsider hukuman penjara selama 6 bulan. (bri/asp)