"Bukan kita menolak berpartisipasi dalam Pemilu, tidak. Tapi sebelum kepala dukuh diganti, sekitar 90 persen warga di Dusun Depok menolak dicoklit, didata oleh petugas pantarlih," kata Ketua Forum Peduli Depok, Adi Triyamto saat ditemui di rumahnya, Jumat (27/4/2018).
Konflik antara warga dengan kepala dukuh setempat telah bergulir sejak delapan bulan lalu. Ketika sebagian besar warga Dusun Depok tidak puas dengan hasil tes kepala dukuh. Warga menduga ada proses yang tidak sesuai dengan aturan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan sampai sekarang, (kepala) dukuh tidak mampu membentuk pengurus RT/RW yang baru, lembaga masyarakat, dan juga dipersoalkan dukuh ini tidak bisa bersosialisasi dengan masyarakat. Juga dana desa tidak bisa dialokasikan ke Dusun Depok karena tidak ada musyawarah pembangunan," imbuh Adi yang merupakan mantan Ketua RW 29 Depok ini.
Spanduk ancaman golput (Foto: Ristu Hanafi/detikcom) |
"Jumlah warga yang punya hak pilih sekitar 750 orang, kalau KK-nya ada sekitar 400-an. Warga sepakat menolak dicoklit hingga tuntutan dipenuhi. Belum ada warga yang mau dicoklit, ya kalau tuntutan tidak dipenuhi ya bisa golput," jelasnya.
Salah seorang warga, Muryanto (41) mengaku selain penempelan stiker di pintu rumah, warga juga memasang sejumlah spanduk bertuliskan tuntutan dukuh mundur.
"Ini kesepakatan warga, warga tidak mau dicoklit," jelasnya.
Saat ditemui di rumahnya, Kepala Dukuh Depok, Haris Zulkarnaen, menyebut kertas bertuliskan penolakan dicoklit pantarlih bukan ditempel oleh pemilik rumah.
"Saya kira oknum mungkin, bukan pemilik rumah," ujarnya. (mbr/mbr)












































Spanduk ancaman golput (Foto: Ristu Hanafi/detikcom)