Salah peserta aksi, Ridwan, mengaku menjadi GTT sejak tahun 2001 sebagai guru agama Islam di SDN Ujung-Ujung 01, Kecamatan Pabelan. "Semula menerima gaji Rp 50 ribu per bulan, sekarang menerima Rp300 ribu per bulan. Ada dari pemerintah yang kami terima tiap 3 bulan sekali Rp 1,5 juta," kata dia di sela-sela melakukan aksi damai, Kamis (19/4/2018).
Dia berharap pemerintah Kabupaten Semarang mengakui keberadaannya sebagai GTT dengan menerbitkan SK. Surat Keputusan yang menyebutkan sebagai GTT tersebut nantinya akan digunakan sebagai persyaratan Pendidikan Profesi Guru (PPG), syarat mengurus sertifikasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ketua Paguyuban GTT/PTT Kabupaten Semarang, Tri Mulyanto, mengatakan kedatangan untuk menuntut janji Kepala Disdikbudpora yang pernah menyampaikan kesanggupannya menerbitkan SK.
"Kami menuntut SK yang mengakui keberadaan sebagai GTT dan PTT. Keberadaan SK itu sangat penting untuk persyaratan PPG. Kami telah melakukan konsultasi pada Kemendikbud dan disarankan untuk menanyakan kepada Bupati atau kepala dinas," tegasnya.
Menanggapi tuntutan ratusan GTT/PTT tersebut, Kepala Disdikbudpora Kabupaten Semarang, M Natsir mengatakan, akan menerbitkan SK tentang keberadaan GTT.
"Kami akan terbitkan SK, tapi kami butuh waktu untuk melakukan validasi tersebut. Harapan kami awal Mei SK sudah terbit dan bisa digunakan sebagai persyaratan mendaftar PPG," kata Natsir. (mbr/mbr)