Aksi itu rupanya salah satu upaya napi di lembaga pemasyarakatan (lapas) Jelekong, Kabupaten Bandung tetap menghasilkan uang meski berada di balik bui. Tiga napi ID alias Mencos (25), JN alias Ijam (30) dan FA alias Ape (29) melakukan aksi tersebut hingga meraup uang ratusan juta selama dua tahun.
Para napi memanfaatkan media sosial (medsos) dalam memburu aksinya. Pelaku membuat akun Facebook dengan identitas dan foto palsu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Identitas pun dipalsukan. Pelaku mengaku bekerja sebagai polisi, pelayar hingga karyawan perusahaan bonafit.
Facebook palsu itu jadi 'senjata' trio napi Jelekong untuk memeras. Mereka memburu wanita dengan usia 30 - 50 tahun.
"Jadi dia sistemnya berkenalan secara acak. Jadi ada yang di Bandung, Jakarta, Kediri, Surabaya. Bahkan ada korban dari luar negeri, dari Saudi Arabia," ungkap Kapolrestabes Bandung Kombes Hendro Pandowo di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (13/4/2018).
Setelah berteman, pelaku menjalin komunikasi melalui pesan Facebook. Semakin dekat, jalinan komunikasi berlanjut ke aplikasi perpesanan WhatsApp.
Jalinan komunikasi lebih dekat. Apalagi pelaku kerap merayu dengan gombalan maut kepada korban. Ditambah, para pelaku selalu mengirimkan foto dirinya yang merupakan foto orang lain kepada korban.
Korban semakin terpikat saat melihat foto-foto itu. Hingga akhirnya perasaan suka muncul dari diri korban kepada napi.
Korban semakin terpikat saat pelaku menjanjikan akan menikahi korban. Sayangnya, wanita yang terperangkap tak bisa bertatap muka secara langsung. Pasalnya para pelaku berada di balik jeruji.
Hingga akhirnya, mereka melakukan virtual seks. Chat seks, phone seks hingga video call seks dilakukan untuk memuaskan hasrat. Saat video call, pelaku sengaja merekam aksi korbannya.
Korban terus menagih janji pelaku akan menikahi korban. Namun pelaku terus berkilah. Hingga mereka meminta uang kepada korban dengan alasan untuk membayar cuti agar bisa menikahi korban.
"Beberapa korban ada yang mau menyerahkan uang, tapi ada juga yang tidak. Kalau yang tidak mau (menyerahkan), diancam videonya disebar. Sehingga korban akhirnya menyetujui mentransfer uang," katanya.
"Pada prinsipnya, setelah pelaku mendapatkan korban, ditarik uang sebanyak-sebanyak sampai puluhan bahkan ratusan juta (rupiah) untuk satu korban. "Malah sampai korbannya kolaps tidak menanggapi lagi pelaku," ujar Hendro. (ern/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini