Ketum Gerindra Prabowo Subianto sudah menyatakan siap nyapres pada 2019. Namun sejumlah pengamat politik melihat masih ada teka-teki di balik kesiapan Prabowo.
"Teka-teki apakah prabowo 'clear' maju pilpres atau tidak sebenarnya belum terjawab dengan pasti. Mengapa? Suasana deklarasi, namun kalimat yang digunakan dan statement justru memberi kesan yang terbalik," kata pengamat politik Rico Marbun kepada wartawan, Jumat (13/4/2018).
Gegap gempita deklarasi pun tidak terasa di media konvensional ataupun media sosial. Kemeriahan justru terlihat kala Prabowo yang bertelanjang dada diarak oleh kader Gerindra.
"Kalimat yang digunakan justru menyiratkan ada peluang untuk berubah. Karena Prabowo hanya mengucapkan menerima mandat. Dan tugas selanjutnya adalah mencari rekan koalisi. Dari vlog Ketum PAN Zulkifli Hasan, misalnya, aura confidence justru belum terlihat, saat disebut 'capres Gerindra', Prabowo malah menjawab 'belum'," kata Rico.
Baca juga: Politik Telanjang Dada |
Yang lebih rumit lagi adalah bangunan koalisi pengusung Prabowo yang belum solid. PAN masih menunggu hasil pilkada, sedangkan PKS belum pula menyatakan dukungan terbuka kepada Prabowo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Baru, dan menjadi representasi gerakan Islam populis. Karena Prabowo sudah pernah maju dua kali dan dua kali kalah. Majunya Prabowo ketiga kalinya sudah kehilangan efek kejut. Yang bisa membantu ialah jika Prabowo berpasangan dengan tokoh yang dianggap publik bagian dari figur alternatif. Kalau bicara nama, ada tokoh seperti Muhaimin Iskandar, Anies Baswedan, Anis Matta, atau Agus Harimurti, yang pantas dipertimbangkan," kata Rico.
Rico menyimpulkan Prabowo saat ini baru tes pasar untuk elektabilitas dirinya saja. Dalam kasus pilkada, umumnya kandidat yang sudah mendeklarasikan diri untuk turun gelanggang akan mengalami kenaikan elektabilitas. Pertanyaannya, apakah Prabowo akan mengalami hal yang sama?
"Jika ya, Prabowo akan maju, jika tidak, Prabowo akan jadi king maker," pungkasnya. (van/tor)