Kebijakan Populis Jokowi Dibandingkan dengan #2019GantiPresiden

Kebijakan Populis Jokowi Dibandingkan dengan #2019GantiPresiden

Danu Damarjati - detikNews
Kamis, 12 Apr 2018 17:35 WIB
Presiden saat membagikan kartu Program Keluarga Harapan. (Foto: Andhika/detikcom)
Jakarta - Kebijakan Presiden Jokowi yang menyenangkan banyak orang (populis) dinilai sebagai bentuk kampanye memakai duit negara. Kini populisme Jokowi dibandingkan dengan gerakan #2019GantiPresiden.

"Pak Jokowi kan menginginkan untuk dipilih lagi menjadi Presiden. Pasti arahnya ke sana," sorot senior PKS, Refrizal, kepada wartawan, Kamis (12/4/2018).


Kebijakan populis itu dilancarkan jelang Pilpres 2019, dan Jokowi adalah kandidat capres petahana. Refrizal membandingkan dengan orang-orang yang suka rela dengan biaya sendiri, tanpa membebani negara, menggelorakan #2019GantiPresiden, lewat pencetakan kaus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sementara lawannya, kaus ganti presiden itu kan anak-anak muda bikin kemudian diperjualbelikan. Masyarakat bersemangat walaupun dengan kaus saja, tapi biaya sendiri," kata Refrizal yang duduk di Komisi Bidang Keuangan DPR ini.


Meski begitu, kebijakan populis pada dasarnya sah-sah saja bila dilakukan tanpa melanggar hukum, tak dimaksudkan secara khusus untuk kampanye, dan juga tak membebani negara.

Politikus PKS, Refrizal.Politikus PKS, Refrizal. Foto: Situs Resmi Refrizal

"Kebijakan populis silakan saja asal sesuai dengan aturan Perundang-undangan, jangan merugikan BUMN kita," kata Refrizal.

BUMN yang dia maksud adalah Pertamina. Dia menyoroti kebijakan Jokowi untuk tak menaikkan harga solar dan premium hingga 2019. Ini berisiko membebani Pertamina karena harus menanggung biaya penekan harga supaya tak naik. Adapun di APBN, anggaran untuk ini dinilainya belum cukup.

"Nanti yang empot-empotan Pertamina," kata dia. (dnu/dkp)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads