Seperti dilansir CNN, Rabu (11/4/2018), vonis kerja paksa itu dijatuhkan setelah penyelidikan internal dilakukan oleh militer Myanmar atau yang disebut Tatmadaw. Penyelidikan fokus di Inn Din, sebuah desa di Rakhine bagian barat, tempat ditemukannya 10 jenazah pria Rohingya di kuburan massal pada September 2017.
Penjatuhan vonis ini dilaporkan oleh surat kabar nasional Global Light of Myanmar. Laporan surat kabar itu menyebut empat perwira dan tiga tentara lainnya dari jajaran berbeda 'terlibat dalam pembunuhan 10 teroris'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam laporannya, Global Light of Myanmar mengutip Tatmadaw True News Information Team yang menyebut tujuh tentara Myanmar itu dipecat dari militer dan divonis 10 tahun kerja paksa atas kasus pembunuhan.
Sejumlah personel kepolisian dan warga sipil juga dinyatakan bersalah ikut terlibat dalam pembunuhan Rohingya. Namun mereka belum dijatuhi hukuman.
Nyaris 700 ribu warga Rohingya melarikan diri dari Rakhine, Myanmar yang dilanda konflik sejak Agustus 2017. Kebanyakan dari mereka mengungsi ke Bangladesh dan mengungkapkan maraknya tindak pembunuhan, pemerkosaan dan penghancuran rumah oleh militer Myanmar.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amerika Serikat (AS) menyebut tindak kekerasan di Rakhine mengarah kepada praktik pembersihan etnis. Utusan Khusus PBB untuk HAM di Myanmar bahkan menyebut tindak kekerasan pada Rohingya memiliki 'tanda-tanda genosida'.
Kasus pembunuhan 10 pria Rohingya ini juga membuat dua wartawan Reuters, Wa Lone dan Kyaw Seo Oo, ditahan otoritas Myanmar. Kedua wartawan itu ditangkap usai menemukan bukti-bukti pembunuhan tanpa alasan yang sah terhadap 10 warga Rohingya di Rakhine itu.
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini