Ahmad Sumadikarta, namanya. Di usia senja, pria yang akrab disapa Ahmad ini harus banting tulang berjualan kemoceng untuk menghidupi keluarga.
Ia memiliki delapan anak. Sebagian sudah bekerja dan berkeluarga, saat ini Ahmad tinggal bersama dua anak yang masih sekolah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam keterbatasan tak membuat Ahmad jadi tak bersemangat, sejak 10 tahun lalu, tepatnya 2008, ia menjadi penjual kemoceng. "Awalnya saya bikin peti dari kayu untuk membungkus dodol. Tapi kan akhir-akhir ini pengusaha dodol beralih ke kardus, jadi saya berhenti aja," kata Ahmad.
Sejak 1989, Ahmad harus berjalan dengan satu kaki. Kaki kirinya terpaksa diamputasi setelah Ahmad terjatuh dari kereta api di kawasan Jatibarang, Indramayu.
"Waktu itu saya jualan koran di kereta. Ceritanya waktu itu jatuh, kelindas kereta dan kaki saya terpaksa harus diamputasi," ujarnya.
![]() |
Satu kemoceng yang ia jual dihargai 15 ribu rupiah. Ahmad bercerita, sering kali dagangannya tak laku. Bahkan, dia mengaku pernah tak mendapat uang sedikit pun setelah berjualan dari pagi hingga petang.
"Ya tapi saya yakin kalau rezeki itu tuhan yang atur. Tugas saya hanya berikhtiar dan berdoa," ujar dia.
Di usianya saat ini Ahmad mengaku tak ingin berhenti berjualan. Meskipun anak-anaknya bekerja, sebagai seorang suami Ahmad mengaku ingin bertanggung jawab dan memberi nafkah kepada istrinya.
"Karena butuh jadi saya harus terus bersemangat berjualan," ucapnya.
Ahmad menyampaikan pesan kepada kalangan muda untuk mencontoh semangatnya dalam bertahan hidup. "Pesan saya ya mungkin jangan pernah andalkan harta orang tua. Meskipun kaya, yang kaya itu orang tuamu bukan kamu," katanya
"Prinsip hidup saya satu, lebih baik mati kelaparan daripada harus meminta-minta," ujar Ahmad. (bbn/bbn)