Pengamat: Serangan Teroris di Indonesia Masih Lemah

Pengamat: Serangan Teroris di Indonesia Masih Lemah

Mukhlis Dinillah - detikNews
Kamis, 05 Apr 2018 16:23 WIB
Seminar dan bedah buku 'Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya' di kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. (Foto: Muklis Dinillah/detikcom)
Bandung - Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Solahudin menilai serangan teror di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memang mengalami peningkatan siginifikan. Namun, menurut dia, secara kualitas perencanaan pelaku hingga dampak serangannya terbilang rendah.

"Untungnya walaupun dari segi kuantitas tinggi, tapi kualitas serangan masih lemah," kata Solahudin dalam seminar dan bedah buku 'Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya' di kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Setiabudi, Kota Bandung, Kamis (5/4/2018).

Ia mencontohkan penurunan kualitas serangan teror dari segi perencanaan itu seperti kasus bom bunuh diri Nurohman di Mapolresta Solo pada 2016. Ternyata, sang bomber membawa kartu tanda penduduk (KTP) saat melancarkan teror di lokasi tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Selain itu, kasus teror oleh Sultan Azianzah kepada tiga anggota polisi di Kota Tangerang, Banten. Pelaku membawa dua bom pipa, tetapi belum sempat meledak, lantaran terlebih dahulu dilumpuhkan oleh polisi yang menjadi target. Bukan hanya KTP, Sultan mengantongi kartu NPWP.

"Biasanya aksi pelaku teror tidak pernah bawa identitas, sehingga polisi kesulitan mengidentifikasi. Artinya secara kualitas perencanaan buruk. Hanya dengan hitungan singkat pelaku dan jaringannya teridentifikasi," tutur Solahudin.

Bukan hanya buruk dalam perencanaan, menurut Solahudin, selama tujuh tahun terakhir ini para pelaku teror hanya meledakkan bom sejenis pipa dan panci yang termasuk kategori berdaya ledak rendah.

"Kan berbeda dengan bom Bali satu dan dua yang punya daya ledak besar, bahkan jenis bomnya mematikan. Sejak 2010 ke sini paling bantar bom pipa atau panci yang low explosive," ucapnya.

Solahudin mengungkapkan ratusan pelaku teror yang berhasil ditangkap oleh Densus 88 berafiliasi dengan kelompok radikal Islamic State in Iraq and Syria (ISIS). Mayoritasnya, dia menjelaskan, masuk jaringan pionir ISIS di Indonesia yakni Aman Abdurrahman.

"Mayoritas aksi terorisme di Indonesia dilakukan oleh kelompok ISIS. Dari tahun 2015 -2017, hanya 11 orang yang bukan ISIS. Aksi teror beberapa tahun ke belakang juga menargetkan polisi yang dianggap kafir dan halal darahnya," kata Solahudin. (bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads