Menurut Indriyanto, langkah Kapolres Karawang AKBP Hendy F Kurniawan dapat dibenarkan. Dia berpendapat langkah Hendy tergolong Restorative Justice (RJ) atau pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya.
"Pada prinsipnya hukum pidana harus ditegakkan. Tapi dalam perkembangannya hukum berjalan dinamis," ujar Indriyanto saat dihubungi detik via telepon, Senin (26/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia berpendapat, proses hukum kepada Shinta tidak menyelesaikan masalah hidupnya. Jika Shinta masuk penjara, perempuan itu dinilai Indriyanto bakal makin frustasi.
"Sudah kehilangan putrinya, Shinta juga dikecewakan laki-laki hingga rumah tangga berantakan. Kalau Shinta masuk bui, anak Sinta yang pertama bisa makin telantar," katanya.
Shinta memang punya satu lagi anak perempuan dari pernikahan sebelumnya. Umurnya masih 8 tahun.
Menurut Indriyanto, pertimbangan Hendy mengedepankan kemanusiaan dan hati nurani dalam kasus ini dapat dipahami. Dalam ilmu hukum, katanya, langkah Hendy sesuai dengan asas Materiele Wederrechtelijkheid.
"Perbuatan Shinta adalah formil melawan hukum, tapi hilang sifat melawan hukumnya secara materil karena alasan-alasan kondisi hari nurani dan kemanusiaan," kata Indriyanto.
Indriyanto berpendapat, memang betul perbuatan Shinta berbuat kasar anaknya memenuhi unsur Pasal 80 ayat 3. "Tapi secara materil, perbuatan itu tidak ditujukan melawan hukum. Sehingga proses hukum terhadap Shinta sepatutnya tidak dilanjutkan," kata dia.
Menurut Indriyanto, perbuatan Shinta cenderung adalah reaksi akumulatif dari frustasi kepada laki-laki. Sebagai perempuan, Shinta banyak dikecewakan.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini