Busa ini menghampar selepas pintu air Weis-3 Marunda. Aliran air dari situ mengalir hingga ke hilir ke lepas laut Jakarta. M Yusuf (61), petugas UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara, mengatakan busa itu berasal dari limbah.
"Sebenarnya sih dasarnya ada limbah juga, campuran limbahlah ya. Di belakang sana (setelah pintu air) itu kan air asin. Ini kan (sebelum pintu air) tawar, jadi kecampur dia. Karena udah bercampur limbah, akhirnya dia bergulung jadi busa, sebelah sana kan air laut," jelas Yusuf saat ditemui detikcom di lokasi, Jumat (23/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Potret Lautan Busa di Kali BKT Marunda |
Menurut Yusuf, busa tersebut sudah biasa muncul di BKT Marunda. Busa belakangan muncul sejak beberapa bulan yang lalu, terutama ketika musim hujan tiba.
"Kalau lagi musim hujan aja, dari awal Desember 2017 udah mulai musim hujan kan jadi berbusa," katanya.
Busa tebal yang saat ini muncul, lanjut dia, masih tergolong biasa. "Ini lagi kecil, kalau lagi besar bertumpuk ini kayak salju," tuturnya.
Ia mengatakan busa itu akan hilang sendiri ketika mulai musim panas. "Ini kalau masih ada air hujan lama, hilang sendiri karena panas, ya bisa juga satu minggu-dua minggu. Pokoknya kalau panasnya terik dia hilang sendiri," jelasnya.
Menurut Yusuf, busa tebal itu tidak berbahaya. Tetapi sejumlah warga mengaku merasa gatal-gatal akibat busa itu.
"Kalau berbahaya sih nggak," tuturnya. Yusuf menambahkan kemunculan busa ini pernah dicek oleh pihak-pihak terkait, tapi dia mengaku tidak tahu seperti apa hasilnya.
"Dari kelurahan juga dari dinas sudah pernah dicek semua, tapi saya nggak tahu hasilnya bagaimana," tandasnya.
(mei/hri)