"Ini pengibulan, waspada bagi-bagi sertifikat, bagi tanah sekian hektare, tetapi ketika 74 persen negeri ini dimiliki kelompok tertentu seolah dibiarkan. Ini apa-apaan?" kata Amien saat menjadi pembicara dalam diskusi 'Bandung Informal Meeting', yang digelar di Hotel Savoy Homman, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Minggu (18/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebijakan ini diawali dengan peluncuran Paket Kebijakan Ekonomi jilid VII tentang insentif pajak industri padat karya dan sertifikasi tanah. Paket tersebut diumumkan di kantor Presiden, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada 4 Desember 2015.
Kementerian Koordinator Perekonomian lalu mengunggah penjelasan tentang paket tersebut. Paket itu memang bukan mengatur pembagian sertifikat tanah, melainkan mempermudah pengurusan sertifikat tanah.
Sebelumnya, proses pengurusan sertifikat tanah cenderung lama karena keterbatasan jumlah petugas. Paket kebijakan ini kemudian membuat pelayanan sertifikat tanah juga bisa diurus saat car free day/car free night.
Pada akhir 2015 itu, pemerintah mendata ada 90.663.503 bidang tanah di luar kawasan hutan. Saat itu, baru 40% (35.789.766 bidang) yang bersertifikat, sedangkan 60% sisanya (54.832.737 bidang) belum.
"Pemerintah perlu mempercepat proses dengan memberi kemudahan kepada masyarakat yang ingin mengurus sertifikat tanahnya. Dengan demikian, masyarakat akan memperoleh kepastian hak atas tanah. Untuk itu, pemerintah juga akan memperbanyak jumlah juru ukur bersertifikat, terutama dari unsur non-PNS," tulis keterangan di situs Kemenko Perekonomian. (bag/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini