"Memang tidak ada cara lain karena harimaunya jalan-jalan. Maka harus ada tim patroli yang siap tembak bius," ucap Siti kepada wartawan di Kantor Kementerian LHK, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Setelah tim patroli menemukan harimau Bonita, maka mereka harus menembak bius. Siti meminta Harimau itu harus dipastikan dalam keadaan hidup.
"Jadi kalau ada harimaunya ketahuan langsung tembak bius dan dirawat di konservasi," ucap Siti.
Siti menjelaskan, keberadaan satwa liar di lingkungan perumahan menjadi perhatian tersendiri. Baginya, banyak konflik terjadi khususnya di perkebunan yang telah menjadi habitat satwa liar seperti harimau atau orang utan.
"Sisa pekerjaan keras yang harus diselesaikan, pertama masalah gambut, kedua soal sawit, ketiga soal penegakan hukum, dan keempat soal habitat satwa liar yang sekarang sudah kelihatan mulai memberikan dampak kepada masyarakat," ucap Siti.
Saat ini, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBSDA) Riau, beserta beberapa lembaga terkait membentuk tim terpadu untuk menangani konflik ini. Ada dua posko yang dibentuk agar memudahkan penangkapan harimau Bonita.
Posko pertama dibangun di lokasi perkebunan dari PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP) di kebun Eboni. Posko kedua di Dusun Sinar Danau.
"Posko siaga ini mulai diaktifkan hari ini sampai dengan tujuh hari ke depan," kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini