Polemik ini berawal dari kebijakan UIN Sunan Kalijaga mendata dan membina mahasiswi bercadar. Langkah UIN Yogya ini disusul Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Alasan UIN Yogya adalah mengantisipasi paham radikal masuk kampus, serta tak ingin kecolongan dengan praktik perjokian di antara mahasiswi bercadar saat ujian dilangsungkan.
Koordinator Kopertis Wilayah V, Bambang Supriyadi, mengatakan kekhawatiran kampus terhadap praktek perjokian di antaranya mahasiswi bercadar sebenarnya masuk akal. Sebab, sangat sulit bagi pengawas ujian memastikan apakah benar yang datang adalah yang bersangkutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Baca juga: UAD Yogyakarta Larang Mahasiswinya Kenakan Cadar Saat Ujian
Peristiwa yang dialami Bambang ini terjadi saat mahasiswa Teknik Sipil UGM melakukan ujian di tahun 2000-an dulu. Pengecekan yang dilakukan petugas, kata Bambang, yakni hanya sebatas memastikan yang datang saat ujian adalah mahasiswinya bukan orang lain.
"Kalau sekarang sebenarnya tidak ada masalah karena ada fingerprint. Fingerprint itu bisa dilihat dari mata dan bisa dilihat dari jarinya, itu sangat membantu," jelasnya.
"Yang repot lagi, bisa dibayangkan kalau yang di dalam cadar itu orang lain apalagi laki-laki yang masuk ke kamar mandi perempuan itu kan jadi masalah," lanjutnya.
Baca juga: Kopertis V Yogya: Aturan Pemakaian Bercadar Menjadi Domain Kampus
Oleh sebab itu, kata Bambang, sebenarnya tidak menjadi masalah bila ada sebuah kampus mendata mahasiswinya yang bercadar. Apalagi bila pendataan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui ciri-ciri mahasiswi bercadar yang ada di kampus.
"Menurut saya kok (pendataan) tidak ada masalah. Karena untuk memudahkan. Supaya apa, nanti kalau kuliah itu ya berarti yang datang dia. Kalau ujian yang datang itu dia, itu contohnya," tutupnya. (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini