Yasonna mengatakan, untuk persoalan tahanan rumah bagi Abu Bakar Ba'asyir, itu harus mengacu pada putusan pengadilan. Dan pengadilan memutuskan bahwa Abu Bakar Ba'asyir sebagai terpidana serta dikenai hukuman penjara selama 15 tahun.
"Itu kan putusannya dari pengadilan bukan tahanan rumah, mana bisa tahanan rumah. Kan undang-undangnya tidak demikian," tegas Yasonna saat ditanyai wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, kata Yasonna, pemerintah tetap memberikan pelayanan yang baik kepada Abu Bakar Ba'asyir. Selama ditahan, dia juga diberi pendamping, mengingat usianya yang sudah tua.
"Tapi kalau selama di sana (di tahanan) dia kita kasih fasilitas yang baik. Anytime perlu berobat, kita kasih, beliau juga ada pendamping berbeda dengan yang lain, karena uzur ada selalu damping yang mendampingi beliau. Kita betul-betul treat beliau dengan baiklah," jelas Yasonna.
Yasonna menambahkan opsi tahanan rumah untuk terpidana kasus terorisme itu memang harus dikaji lagi. Hal tersebut berbeda jika Abu Bakar Ba'asyir memohon untuk mendapatkan grasi.
"Ya perlu kita kajilah (opsi tahanan rumah). Kan beliau dihukum jelas hukumannya. Memang berbeda kalau dia mau potongan atau apa dia kan harus grasi atau beliau mau mengajukan grasi ya kan. Kan ini harus kita kaji juga, tidak bisa datang dari pemerintah pengampunan tanpa dimohonkan," ujar Yasonna.
"Kalau beliau mengajukan grasi, berarti mengaku salah. Ini kan persoalan tersendiri," tambahnya. (jor/rvk)