Karier politik Titiek Soeharto, demikian Siti Hediati Harijadi biasa dipanggil, boleh dibilang moncer. Ia baru mengawali karier politik pada Musyawarah Nasional Partai Golkar 2009. Lima tahun kemudian ia sudah duduk menjadi anggota DPR dengan raihan suara tertinggi dalam pemilihan legislatif di DIY yakni 80 ribu.
Baca juga: Manuver Keluarga Cendana Pulihkan Citra Pak Harto
Kemenangan ini bukan tanpa kerja keras. Majalah Detik edisi 136 (7-13 Juli 2014) lewat artikel berjudul Taktik Rujuk Titiek-Prabowo mencatat ada campur tangan Probosutedjo, yayasan-yayasan soeharto, dan segenap keluarga yang masih tinggal di Yogyakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkat nasihat Charta Politica yang disewanya, tercetus jargon kampanye 'Piye Kabare, Isih Penak Jamanku, To?' dengan foto Soeharto. Selama kampanye-pun yayasan milik keluarga cendana ikut terlibat dalam beberapa program untuk konstituen.
Keberhasilan kampanye Titiek ditutup dengan pesta di Museum HM Soeharto. Sebanyak 100 gerobak angkringan diborong Probosutedjo untuk menjamu warga Kemusuk dan menyesaki jalan desa di depan gedung memorial Soeharto di Kemusuk-Bantul.
Baca juga: Poster Partai Tommy Soeharto Ramai Dibahas, Ini Asal Usulnya
Titiek merupakan anak Soeharto pertama yang melenggang ke Senayan. Setelah Titiek, kini giliran Tommy mengikuti jejaknya untuk memasuki gelanggang politik 2019. Partai Berkarya yang dibinanya lolos menjadi peserta Pemilu 2019. Sekjen Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang terang-terangan menyebut figur Soeharto bakal menjadi salah satu materi jualannya. Sebab, sosok presiden RI ke-2 itu banyak dirindukan masyarakat keberhasilannya membangun ekonomi dan mewujudkan Indonesia yang aman tentram.
"Makanya kami mempersiapkan kendaraan (partai) sebagai wadah untuk kembali mengembalikan kejayaan di masa Pak Harto," jelasnya kepada wartawan di Hotel Sahid Jakarta, beberapa waktu lalu.
Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun menyebutkan pemilih yang masih mengenal Orde Baru sekitar 35 persen dari total jumlah pemilih. Jumlah pemilih ini memiliki pemahaman bahwa demokrasi harus berkaitan dengan kesejahteraan. Mereka layak digoda untuk menjadi konstituen bagi Partai Berkarya dengan kampanye keberhasilan Soeharto dalam pembangunan Orde Baru.
Baca juga: Membaca Pilihan Capres dan Politik Generasi Milenial
Tapi mereka harus berebut dengan partai lain, Partai Golkar dan berbagai sempalannya seperti Partai Nasdem dan Hanura. Modal mereka harus ditambah dengan kampanye yang bagus.
"Modal awal iya bagus. Tetapi apa yang sebenarnya ingin mereka tawarkan kepada pemilih lebih menentukan," ucap Rico ketika dihubungi detikcom, Kamis (1/3/2018)
Namun Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro pesimis dengan kemungkinan perolehan suara signifikan bagi Partai Berkarya. Ia mempertanyakan kesiapan infrastruktur politik partai itu. Biasanya, kata dia, parpol baru tidak memiliki infrastruktur politik yang luas dan memungkinkan mesin partai bekerja.
"Bila partai hanya lolos di persyaratan administratif, belum ada jaminan bisa mendapatkan suara yang signifikan. Infrastruktur politik yang melembaga perlu waktu cukup," jelasnya. (erd/jat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini