Mantan Direktur Direktorat Sejarah Departemen Pendidikan Anhar Gonggong mengaku dirinya punya dokumen yang membuktikan Letkol Soeharto bukan inisiator serangan itu. Dokumen itu berupa surat perintah kepada Soeharto untuk melakukan serangan besar-besaran ke ibukota Yogyakarta yang ditandatangani oleh Gubernur Militer Jawa Tengah Kolonel Bambang Sugeng.
"Serangan Umum 1 Maret 1946 Soeharto punya peranan tetapi kan masih ada atasan di atasnya. Artinya peranan dia bukan inisiator, jabatan dia cuma komandan wehrkreis (wilayah perang) dengan wilayah terbatas," papar Anhar kepada detik.com, Kamis (2/3/2018).
Sementara sejarawan dari LIPI Asvi Warman Adam merujuk biografi Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Tahta Untuk Rakyat. Buku yang dihimpun oleh Atmakusumah, Mohamad Roem, Mochtar Lubis, Kustiniyati Mochtar, S. Maimoen, itu menyebutkan inisiator serangan itu adalah Sri Sultan. "Dia juga memberikan bantuan dan perlindungan kepada para gerilyawan," ujar Asvi.
Keduanya dihubungi terkait wacana menjadikan Maret sebagai 'Bulan Soeharto' yang digulirkan oleh Keluarga Cendana sejak tahun lalu. Kali ini, acara dibuat lebih massif meskipun berpusat di Yogyakarta dan Jakarta.
Acara yang dikemas dengan tema "Peringatan Bapak Pembangunan Presiden RI ke-2 Jenderal Besar Soeharto" itu antara lain diisi dengan seminar, pameran foto, pertunjukan wayang, dan berbagai aktivitas sosial lainnya.
"Fakta bahwa beliau adalah Bapak Pembangunan itu ditetapkan melalui Tap MPR pada 1983, ini yang banyak pihak melupakannya," kata Sabrina, humas Yayasan Damandiri. "Kami tak bermaksud mengkultuskan, tapi berharap masyarakat dan generasi muda lebih objektif melihat sosok Pak Harto," imbuhnya.
Pada dasarnya baik Asvi maupun Anhar tak keberatan dengan wacana semacam itu. Hanya saja perlu didahului oleh upaya pelurusan sejarah seperti pernah dilakukan sebelum Juni dikenal sebagai 'Bulan Sukarno' sejak 2012. Di masa Orde Baru peran sejarah Sukarno sebagai penggali Pancasila coba dikaburkan.
"Dalam sejarah kala itu disebutkan bahwa konsep Pancasila sebelumnya sudah dicetuskan oleh tokoh lain seperti M. Yamin," ucap Asvi.
Bagi dia, peristiwa seputar Supersemar 1966 juga perlu diungkap secara tuntas. Keluarnya surat itu dipenuhi dengan tekanan politik Soeharto terhadap Presiden Sukarno. Catatan kaki dalam buku Sukarno Dibunuh Tiga Kali?: Tragedi Bapak Bangsa Tragedi Indonesia yang ditulisnya, Asvi menyebutkan pertemuan dua pengusaha yang diutus oleh Mayjen Alamsyah agar membubarkan PKI dan menyerahkan pemerintahan kepada Menpangad Soeharto.
Dua pengusaha tersebut adalah Dasaad dan Hasyim Ning. Keduanya dapat menembus penjagaan RPKAD di luar istana dan pasukan Tjakrabirawa di dalam istana. Ketika perintah tersebut tak dituruti, muncul demonstrasi besar-besaran yang didukung oleh Kostrad.
Menurut Anhar Gonggong, Bulan Soeharto tak perlu dicanangkan jika hanya ingin mendapat predikat seperti Sukarno. Kiprah besar Soeharto bukan pada masa kemerdekaan tetapi masa pembangunan. Kebijakannya untuk menata pembangunan ekonomi dapat dirasakan walaupun masih menyisakan noda kemiskinan, korupsi, krisis, hingga pelanggaran HAM.
Paling tidak penataan ekonomi Orde Baru lebih baik dibandingkan masa Orde Lama. Orientasi perekonomian lebih terstruktur dan terencana. "Kalau keberhasilan Soeharto lebih ke proses pembangunan. Kalau yang lain untuk apalagi? Dia sudah dinobatkan menjadi Bapak Pembangunan oleh MPR. Apa yang kurang," jelasnya. (ayo/jat)