"Kebijakan ini tidak merakyat, tidak demokratis, otoriter, dan antikritik. Meskipun sebenarnya aksi Kamisan ini menyuarakan isu-isu HAM, tetapi kita memiliki slogan merawat ingatan dan menolak lupa. Dan saat ini isu krusial yang sedang meresahkan adalah UU MD3 dan RKUHP," kata narahubung aksi Kamisan, Dinda, kepada detikcom di Simpang 3 gedung DPRD Tarakan, Jalan Jenderal Sudirman, Kamis (1/3/2018).
Aksi ini diikuti oleh aktivis dari aliansi mahasiswa maupun masyarakat. Berbagai kritik dilontarkan dalam kegiatan ini, baik dalam bentuk puisi, nyanyian, maupun aksi teatrikal.
Dinda menyatakan aksi ini merupakan yang perdana di Kaltara, yang dipusatkan di Tarakan. Mereka menolak UU MD3 dan RKUHP karena dinilai tidak memihak kepada rakyat. Aksi ini diharapkan didengar oleh pemerintah daerah maupun pusat.
Mereka berharap DPRD dan DPR tidak melanjutkan kebijakan yang tidak mewakili keinginan rakyat tersebut. Karena lembaga negara, menurut mereka, sudah mulai antikritik, kondisi ini disamakan dengan saat zaman Orde Baru.
"Ini sangat lucu ya, karena pemerintah terkesan melupakan jati dirinya, sebagai wakil rakyat. Mereka ini kan berasal dari rakyat, dipilih oleh rakyat, tetapi begitu menjabat melupakan rakyat karena menolak dikritik. Dan hasilnya secara redaksi, mereka mengatakan siapa pun yang mengkritik akan diberi sanksi hukum. Ini menginterpretasikan dikriminalisasi," bebernya.
Lebih lanjut dikatakan Dinda, kebijakan yang otoriter ini akan menjauhkan rakyat dengan pemerintah, sehingga pejabat pengambil kebijakan ini harus diberi teguran karena sudah mencederai hati rakyat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi Kamisan yang digelar pada pukul 16.00-18.00 Wita ini mendapat pengawalan dari pihak kepolisian dan berlangsung secara kondusif. Setelah melakukan aksi, massa secara tertib meninggalkan tempat acara. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini