"Sangat mungkin habitat buaya terganggu," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo kepada detikcom, Kamis (1/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah berulang kali mensosialisasikan agar warga menghindari aktifitas di malam hari pada daerah habitat buaya, tapi tetap saja dilakukan. Masyarakat sendiri kurang waspada, karena mereka justru beraktifitas di tengah malam, waktu buaya sangat aktif," jelas Sapto.
Menurutnya, waktu buaya paling aktif mulai menjelang tengah malam hingga dinihari. Di Aceh, ada empat kabupaten yang mempunyai habibat buaya yaitu Aceh Singkil, Aceh Jaya, Aceh Timur, dan Aceh Utara. Selama 2018, sudah ada empat kasus konflik buaya dan manusia.
"Tahun ini sudah empat kali, dengan dua kejadian memakan korban baik korban jiwa maupun luka-luka," ungkap Sapto.
Seperti diketahui, seorang warga Aceh Singkil, Aceh Ereanus Telaumbanua (25) ditemukan tewas setelah dimakan buaya. Jasadnya ditemukan pada Rabu (28/2) kemarin dengan kondisi kepala hilang, perut terburai dan tangan serta kaki masih lengkap. Korban ditemukan setelah dua hari ditanyakan hilang saat tengah mencari teripang pada malam hari di lokasi habibat buaya.
Sementara satu korban lagi yaitu Asri (22) asal Desa Peunayon, Kecamatan Serba Jadi, Aceh Timur, Aceh. Dia diterkam buaya saat tengah mandi di aliran sungai Tanjung Lipat desa setempat pada Rabu (28/2) sekitar pukul 07.40 WIB. Akibatnya, korban mengalami luka robek dibagian bahu sebelah kiri sekitar 15 sentimeter dan luka robek diketiak kiri sepanjang tujuh sentimeter serta luka memar di dada kanan bekas pukulan ekor satwa dilindungi tersebut. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini