"Langkah Jokowi mengumpulkan pakar hukum di Istana Negara mesti diapresiasi sebagai upaya mencari jalan keluar. Ini langkah baik di tengah polemik revisi UU MD3," kata Adi kepada detikcom, Rabu (28/2/2018).
"Setidaknya presiden punya framing begaimana seharusnya menyikapi UU MD3 yang kontroversial ini," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa pun caranya, UU MD3 harus dianulir karena berpotensi subversif dan mengancam demokrasi. Presiden sepertinya perlu mengeluarkan Perppu karena kita sedang dalam darurat demokrasi," ujar Direktur Parameter Politik Indonesia ini.
Terkait RUU KUHP, Adi juga menyarankan agar dilakukan peninjauan kembali terhadap beberapa pasal yang masih menjadi kontroversi salah satunya adalah pasal penghinaan terhadap presiden. Pasal tersebut, kata Adi, akan meninggalkan kesan menakutkan bagi publik.
"Untuk RUU KUHP, pasal penghinaan presiden mesti ditinjau karena berpotensi subversif. Kesan seram pasal penghinaan presiden masih melekat kuat di kalangan kelompok civil society yang saat ini mendukung Jokowi," tuturnya.
Sebelumnya, empat pakar hukum dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Kepresidenan. Mereka dimintai pandangan mengenai UU MD3 dan RKUHP.
Empat pakar hukum tersebut yakni mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Luhut Marihot Parulian Pangaribuan, Maruarar Siahaan dan Edward Omar Sharif Hiariej. Mereka diundang Jokowi ke Istana Kepresidenan untuk minum teh sambil membahas hukum di Indonesia.
"Jadi, yang dilakukan pertama adalah minum teh. Kan sering sama Presiden kita minum teh. Lalu yang kedua diskusi soal masalah-masalah hukum yang sekarang menjadi perhatian," ujar Mahfud MD di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/2). (yas/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini