Polisi Diminta Ungkap Keterkaitan Penyerangan Tokoh Agama

Polisi Diminta Ungkap Keterkaitan Penyerangan Tokoh Agama

Aryo Bhawono - detikNews
Senin, 12 Feb 2018 11:06 WIB
Foto: Muhammad Idris/detikcom
Jakarta - Penyerangan terhadap tokoh agama dicurigai dilakukan secara sistematis. Polisi harus menjelaskan ada atau tidaknya keterkaitan di antara penyerangan yang terjadi di beberapa tempat belakangan ini.

Anggota Ombudsman, Ahmad Su'adi, mengungkapkan penyerangan Gereja Santo Lidwina di Sleman, Yogyakarta, pada Minggu (11/2/2018) lalu harus diteliti secara mendalam oleh kepolisian. Ia menyebutkan aksi intoleransi yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok warga yang terjadi belakangan terjadi dalam waktu yang sangat berdekatan.

"Polisi harus meneliti apa di belakang ini, apakah ada keterkaitan, apakah ada desain. Ini semua harus diungkapkan karena semua orang sekarang saling mengaitkan," ujarnya ketika ditelepon detikcom pada Senin pagi (12/2/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penyerangan di Gereja Santo Lidwina sendiri dilakukan oleh Suliyono menggunakan pedang sehingga melukai beberapa orang, termasuk Romo Karl Edmund Prier, yang tengah mengisi Misa. Polisi berhasil melumpuhkan Suliyono dengan tembakan.

Penyerangan ini terjadi sangat berdekatan dengan berbagai peristiwa penyerangan dan aksi intoleran di berbagai tempat. Su'adi mengingatkan peristiwa-peristiwa ini banyak dikaitkan dengan Pilkada Serentak 2018. Makanya polisi harus memberikan keterangan jelas sebelum bergulir liar.

Beberapa peristiwa tersebut antara lain pelarangan ibadah di RW 06 Perumahan Bumi Anugerah, Tangerang (27 Desember 2017); penganiayaan pimpinan Ponpes Al Hidayah Cialengka, KH Umar Basri (27 Januari 2018); pembubaran acara bakti sosial Gereja Santo Paulus, Bantul (28 Januari 2018); penganiayaan pengurus Persatuan Islam (Persis), HR Prawoto, hingga meninggal di Bandung (1 Februari 2018); serta pelarangan ibadah biksu Buddha di Tangerang pada 4 Februari 2018.

Menurut Su'adi, peristiwa-peristiwa ini memiliki modus operandi yang bermacam-macam. Tapi ia mengingatkan sasaran penyerangan adalah tokoh atau pemuka agama tertentu. Ia mencurigai ada maksud tertentu atas berbagai aksi penyerangan ini.

Ia mengingatkan peristiwa pembantaian dukun santet di Banyuwangi pada 1998 juga dilakukan dalam rentang waktu berdekatan. Beberapa korban aksi ini bukan dukun santet, melainkan guru mengaji, dukun suwuk (penyembuh), dan tokoh masyarakat. Isu yang beredar saat itu, penyerang terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Aksi santet waktu itu dilakukan oleh orang-orang misterius yang disebut 'ninja'. Bedanya, penyerangan kali ini dilakukan secara terbuka.

"Ini pola terbuka, di Bandung dilakukan saat salat di masjid, di Yogyakarta dilakukan saat misa, dan di Banten itu di tengah masyarakat," jelasnya.

Su'adi khawatir aksi penyerangan ini sengaja menyasar persatuan. Ia curiga penyerangan kali ini memang mengadu domba pihak-pihak yang pro-pluralisme dengan anti-pluralisme. Penyerangan ini merupakan tindakan pancingan sehingga muncul ketegangan baru.

"Itu sebatas kecurigaan, bagaimana mendalamya tentu polisi harus segera menjelaskan tidak hanya untuk kasus, tetapi apakah ada saling keterkaitan," pungkasnya. (jat/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads