MILF merupakan kelompok yang berkonflik dengan Pemerintah Filipina sejak beberapa tahun terakhir. JK mengatakan perjanjian damai antara MILF dengan pemerintah Filipina sudah berulang kali dilakukan namun gagal.
"Dulu zaman sebelumnya tahun 1996 perjanjian pertama itu di Jakarta waktu Pak Harto. Kemudian, tapi itu kan (perjanjian) berkali-kali, ada di Libya, Tripoli, Kuala Lumpur, tapi kan semuanya di tengah jalan gagal," ujar JK di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (1/2/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"(Mereka) minta nasihat kepada kita, berbagai aspek dari pada itu. Ya tentu bagaimana pengalaman kita bahwa setiap perdamaian itu isinya yang pertama saling menghormati. Kedua pasti ada komprominya, apa," kata JK.
JK mengatakan Indonesia siap membantu MILF terkait perdamaian dengan pemerintah Filipina. Hingga saat ini masih ada tim monitoring Indonesia di Mindanau, Filipina.
"Sampai sekarang ada tim monitoring kita di Mindanau, masih ada 10 orang," ucapnya.
Menurut JK, salah satu hal tersulit untuk menciptakan perdamaian di Filipina adalah karena banyaknya faksi yang berkonflik.
"Nah memang bagaimana mempersatukan itu semua tidak mudah, tapi mereka mencoba bagaimana (caranya)," imbuhnya.
Namun JK menyebut Kelompok Abu Sayaf yang menyandera WNI merupakan faksi kecil dari konflik yang ada di Filipina. Mereka menyandera warga asing untuk mencari tebusan.
"Ini kan sandera di tangan Abu Sayaf, atau faksi-faksi lebih kecil lagi. Kayak kemarin di Marawi, kayak kemarin di Selatan itu. Kalau itu sih kerjanya sandera karena itu Robin Hood. Dia sandera, kemudian orang bayar, kemudian dia pergi bagi kepada orang miskin jadi itu tradisi lama itu," tutur JK.
Baca Juga: Tangkal ISIS, Duterte Tawarkan Otonomi Bagi Muslim Filipina
![]() |
Sementara itu, Pemimpin MILF, Al Haj Murad mengatakan pihaknya hingga saat ini masih bernegosiasi dengan pemerintah Filipina. Murad mengaku datang ke Indonesia untuk berbagi pengalaman khususnya penanganan GAM di Aceh.
"Sekarang kami sedang mengimplementasikan negosiasi tersebut. Kami datang ke Indonesia untuk belajar dari pengalaman pemerintah Indonesia khususnya menangani di Aceh, yang mengalami situasi yang sama, dan juga Papua," kata Murad.
"Kami tahu bahwa Indonesia sangat berpengalaman dalam menciptakan perdamaian dan sangat sukses. Kami ingin belajar dan kami sudah berkunjung ke Aceh, dan kami sangat terkesan dengan apa yang terjadi setelah tsunami dan setelah konflik di sana," lanjut Murad.
Murad berharap pelajaran yang didapat dari pengalaman Indonesia dapat diterapkannya untuk menyelesaikan konflik dengan pemerintah Filipina. Dia pun mengaku jika pemerintah Indonesia memiliki peran yang besar dalam upaya perdamaian di Flipina.
"Kami punya hubungan yang baik dengan Pemerintah Indonesia, yang membantu kami dalam banyak hal terkait proses perdamaian ini. Dan sampai saat ini ada tim pengawas internasional di sana, mereka memonitor gencatan senjata antara kelompok radikal dan tentara bersenjata," ucap Murad.
Murad berharap JK memberikan kesempatan di lain waktu untuk berdiskusi dengannya. "Kami berjalan bersama atas nama perdamaian, atas nama Islam dan atas nama aspirasi dunia untuk Filipina dan Indonesia yang baik," tutur dia. (nvl/jbr)