Komisi III Cecar Jaksa Agung soal Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Komisi III Cecar Jaksa Agung soal Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Tsarina Maharani - detikNews
Rabu, 31 Jan 2018 13:37 WIB
Jaksa Agung M Prasetyo (kanan) (Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta - Komisi III dan Jaksa Agung M Prasetyo melangsungkan rapat kerja di DPR. Dalam rapat, Komisi III DPR mendesak Jaksa Agung mengenai penyelesaian eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba.

"Saya mau menanyakan perkembangan pelaksanaan eksekusi hukuman mati tahap 4 terhadap terpidana narkotika. Apa yang masih jadi hambatan? Apa ada tekanan dari dunia internasional?" tanya Anggota Komisi III dari F-Golkar, Bambang Heri Purnama, saat rapat di ruang rapat Komisi III DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Hal ini juga ditanyakan oleh anggota Komisi III lainnya, yaitu Erwin Tobing dari F-PDIP. Ia mengingatkan Jaksa Agung soal komitmen Presiden Joko Widodo terhadap pemberantasan narkoba.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Bagaimana terkait perkembangan eksekusi mati terpidana narkoba? Padahal Pak Jokowi jelas menyebutkan bahwa perang melawan narkoba. Dia katakan harus berani dan gila. Ini tidak ke BNN. Tapi berani dan gila ke polisi, ke kejaksaan, kepada karang taruna, kepada semua elemen masyarakat menghadapi ini," ucapnya.

Erwin pun meminta Jaksa Agung dapat menjelaskan hambatan yang dihadapi dalam proses eksekusi mati. Sebab, setelah 2016, belum lagi ada eksekusi mati gembong narkoba.

"Karena narkoba melemahkan SDM masyarakat Indonesia. Mungkin bisa dijelaskan apa hambatan yang sangat prinsip dari Kejaksaan Agung, sehingga tidak bisa cepat. Saya tau ke depan akan ada 6 eksekusi mati. Itu dari total 64," sebut Erwin.

Prasetyo lalu merespons pertanyaan-pertanyaan ini. Ia mengakui memang masih ada kendala hukum yang dihadapi oleh Kejaksaan Agung dalam menjalankan proses hukuman mati terhadap terpidana narkotika.

"Agak sulit ya saya mengatakan jelasnya. Adanya putusan MK tentang pembatasan tenggat waktu dihapuskan sehingga orang bisa mengajukan grasi kapan saja dan PK (peninjauan kembali) bisa berkali-kali. Ini semua menghambat kami," ucap Prasetyo.


"Kami semua paham bahwa kita menghadapi darurat narkoba. Kalau teknisnya (bantuan polisi) mudah, tapi kalau problem yuridisnya sudah dipenuhi, itu tinggal didor aja," sambung dia.

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan grasi tidak dibatasi oleh waktu. Meski demikian, grasi tidak bisa menunda pelaksanaan eksekusi mati.

Putusan itu diketuk atas permohonan pembunuh bos Asaba, Suud Rusli, yang menggugat UU Grasi. Sebelum putusan MK diketok, grasi maksimal diajukan 1 tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya atas Pasal 7 ayat 2 UU tentang Grasi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap ketua majelis hakim Arif Hidayat dalam sidang di gedung MK, Rabu (15/6/2016). (elz/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads