"Kadang ironi, bahwa kita yang sebenarnya memahami ilmu hadis, dalam ilmu hadis itu orang diajar bagaimana kritis terhadap sebuah kabar, sebuah berita. Bahkan para perawi hadis itu saking hati-hatinya sampai mempelajari silsilah siapa yang meriwayatkan ini," kata Lukman di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Selasa (30/1/2018).
Perawi hadis yaitu orang yang meriwayatkan hadis Nabi Muhammad SAW. Bukan cuma mengetahui siapa yang meriwayatkan sebuah hadis, para perawi ini juga mempelajari riwayat hidup sejak kecil seorang yang akan dijadikan sumber dari hadis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lukman mengatakan seorang perawi hadis sangat berhati-hati. Sebab, profil si sumber akan dipelajari dengan detail.
"Jadi, begitu berhati-hatinya. Ini belum menyangkut isi berita, ini baru periwayatan. Baru cara dari mana sumber berita datang, dan siapa yang menyampaikan. Itu saja begitu hati-hati. Belum lagi isinya, muatan hadisnya. Itu juga dipelajari, ini sesuai nggak isinya dengan esensinya ajaran agama," sambungnya.
Menurut Lukman, umat Islam punya tradisi dalam melakukan klarifikasi, verifikasi, dan tabayyun. Namun, entah mengapa dengan media sosial saat ini tradisi itu seolah menghilang.
"Tapi entah mengapa kita tiba-tiba dengan sosial media karena cepatnya itu seakan-akan ini hilang dari tradisi kita," ujar Lukman. (haf/idh)