Begini Beda Plt dan Penjabat Gubernur

Begini Beda Plt dan Penjabat Gubernur

Elza Astari Retaduari - detikNews
Jumat, 26 Jan 2018 19:42 WIB
Ilustrasi (Zaki Alfarabi/detikcom)
Jakarta - Pelaksana tugas (Plt) atau penjabat (Pj) gubernur dipilih untuk mengisi kekosongan pemimpin di daerah menjelang pilkada. Apa perbedaan Plt dan Pj?

Pj dan Plt dipakai untuk mengisi kekosongan sementara, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Plt akan dipilih bila ada kepala daerah yang cuti untuk maju lagi di pilkada atau petahana. Kemudian Pj akan dipilih ketika kepala daerah telah memasuki masa akhir jabatan tapi pilkada belum digelar.

Pj diangkat oleh presiden dan dilantik Mendagri, sedangkan Plt ditugasi oleh Mendagri. Ini disebut sesuai dengan aturan Permendagri No 74 Tahun 2016.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penjabat memakai istilah diangkat. (Untuk Plt) Mendagri menugaskan seorang Plt dengan menunjuk wakilnya. Namun bila wakilnya tersebut juga ikut mencalonkan diri, maka Mendagri menunjuk eselon I (Kemendagri) atau eselon I lainnya di luar Kemendagri sebagai pelaksana tugas gubernur," ujar Mendagri Tjahjo Kumolo seperti dikutip dari website Kemendagri, Jumat (26/1/2018).

Rumusan dari Plt atau Plh (pelaksana harian) diatur dalam UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). Rumusannya adalah sebagai berikut:

Apabila Pejabat Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan menjalankan tugasnya, maka Atasan Pejabat yang bersangkutan dapat menunjuk Pejabat Pemerintahan yang memenuhi persyaratan untuk bertindak sebagai pelaksana harian atau pelaksana tugas


Sayangnya, UUAP tidak mengatur lebih jauh mengenai konsep Plh dan Plt. Namun, dalam pasal 14 UU itu, ada yang mengatur soal mandat. Plh adalah pejabat yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara. Sedangkan Plt melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.

Aturan Plh dan Plt dirinci lebih jelas pada SK Kepala BKN (Badan Kepegawaian Negara) No. K.26-30/V.20-3/99 tertanggal 10 Desember 2001 tentang Tata Cara Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil sebagai Pelaksana Tugas. Surat tersebut dikeluarkan pada 5 Februari 2016. SK ini merujuk pada UUAP.

Sebelum keluar SK pada 2016, Kepala BKN juga telah mengeluarkan SK dengan kaitan yang sama pada 2001. SK No. K.26-20/V.24.25/99 itu tentang tata cara pengangkatan pegawai negeri sipil sebagai Plt, yang selama ini dijadikan rujukan.


Berbeda dengan Pj, Plt tidak harus dilantik atau diambil sumpah. Plt tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian kepegawaian.

Dikutip dari situs Setkab, berdasarkan SK Kepala BKN, kewenangan Plh dan Plt adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan sasaran kerja pegawai dan penilaian prestasi kerja;
2. Menetapkan kenaikan gaji berkala;
3. Menetapkan cuti selain Cuti di Luar Tanggungan Negara (CLTN);
4. Menetapkan surat penugas pegawai;
5. Menyampaikan usul mutasi kepegawaian kecuali perpindahan antar-instansi;
6. Memberikan izin belajar, izin mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi administrasi, dan izin tidak masuk kerja.

Kepala BKN juga mengeluarkan SK soal penjabat (Pj) kepala daerah pada 2015 dengan nomor K.26-30/V.100-2/99. Penjabat harus diambil sumpahnya.

Dalam SK itu, Pj dilarang melakukan mutasi pegawai. Pj juga dilarang membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya.

Selain itu, penjabat kepala daerah dilarang membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya serta dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya. Larangan-larangan itu bisa dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.


Pj pun tidak memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian. Hanya ada sejumlah wewenang yang dimiliki penjabat kepala daerah, yakni:

Mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian tanpa mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri yang antara lain berupa pengangkatan CPNS/PNS, kenaikan pangkat, pemberian ijin perkawinan dan perceraian, keputusan disiplin selain yang berupa pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, dan pemberhentian dengan hormat/tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil selain karena dijatuhi hukuman disiplin.

Masalah penjabat menjadi kontroversi setelah Mendagri Tjahjo Kumolo mengusulkan Pj gubernur dari jenderal Polri aktif. Dua jenderal polisi yang diusulkan Tjahjo adalah Asisten Operasi Kapolri Irjen M Iriawan sebagai Pj Gubernur Jawa Barat menggantikan Ahmad Heryawan. Kemudian Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Irjen Martuani Sormin menjadi Pj Gubernur Sumatera Utara. (elz/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads