"Sebenarnya satu jam pun kalau dia (DPR/MPR) konsisten dengan apa yang dirumuskan di Panja pertama, ya, sudah selesai," kata Firman di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/1/2018).
Namun revisi UU MD3 ini terhambat karena beberapa fraksi menginginkan kursi tambahan, terutama untuk kursi pimpinan MPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah, sambung Firman, sudah menyepakati tambahan satu kursi pimpinan masing-masing untuk DPR dan MPR. Tetapi, untuk mengakomodasi keinginan beberapa fraksi, mungkin kursi pimpinan MPR akan ditambah menjadi dua.
"Pemerintah sudah mengirim surat kepada kami bahwa pemerintah kembali pada prinsip jumlah hanya menambah pimpinan DPR satu dan MPR satu untuk wakil ketua," ujarnya.
"Namun nanti kita lihat perkembangannya. Pembahasan nanti kalau toh mencari win-win solution, MPR-nya mungkin ditambah dua," sambung Firman.
Pembahasan revisi UU MD3 memang sudah cukup lama sejak awal bergulir. Sempat ada wacana setiap fraksi menginginkan jatah kursi pimpinan, terutama untuk MPR.
"Saya lihat kalau di MPR tidak ada masalah karena MPR saat ini fungsinya lebih banyak juga. MPR kan, selain fungsi legislasi, juga persoalan kebangsaan dan kenegaraan. Termasuk sosialisasi Pancasila, UUD 45, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan lainnya. Menurut saya, tidak ada masalah kalau ada penambahan pimpinan itu. Jadi bisa berbagi kepada banyak wilayah dan daerah, sehingga lebih banyak yang bisa disentuh dalam konteks kenegaraan yang besar," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon beberapa waktu lalu.
"Sementara kalau di DPR kan daily politics gitu. Terkait dengan hal yang sifatnya teknis ad hoc itu, saya kira bisa diterima. Tapi tentu saja ini belum menjadi keputusan, nanti harus dibawa ke paripurna," sambungnya.
Usul penambahan pimpinan muncul dalam pembahasan revisi UU MD3. Usul tersebut adalah penambahan jumlah pimpinan DPR menjadi 7 kursi, pimpinan MPR menjadi 11 kursi, dan pimpinan DPD menjadi 5 kursi. (fdn/fdn)











































