"Saya sampaikan kenyataannya saja. Kenyataannya ada lebih dari seribu becak selama ini masih ada di Jakarta. Itu kenyataan. Terus yang kedua, kenyataannya, mereka beroperasi di lingkungan perkampungan. Itu kenyataan. Yang mau kita atur adalah mereka (becak-becak) yang beroperasi di lingkungan," kata Anies di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (19/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan membayangkan seperti tahun '80-an, '70-an, belum ada ojek, belum ada taksi yang banyak, belum ada ojek online. Kita tuh melihat becak dengan memori kita dulu, padahal kita hidup di tahun 2018. Di mana saat ini kalau orang lihat mau bepergian jauh pasti milihnya apa kalau dia sendirian? Ya naik moda yang lain. Nah ini (becak) yang pakai siapa sih?" papar Anies.
Mantan Mendikbud itu melanjutkan saat ini tidak semua warga Jakarta suka menggunakan becak untuk bepergian. Namun sampai sekarang segmentasi pengguna becak masih tetap ada.
Anies pun meminta masyarakat tak berpikir negatif soal becak. Sebab, warga Ibu Kota pintar memilih angkutan mana yang akan digunakan untuk bepergian.
"Umumnya di kampung-kampung itu yang kami pantau dan mereka yang kula'an (kerja) itu, yang belanja, kemudian anak-anak yang sekolahnya dekat, kan banyak dititipkan, kemudian adalah ibu-ibu yang belanjaannya banyak, karena rata-rata itu (yang menggunakan becak). Tapi kalau bepergiannya jauh, 2 km, 3 km, ya pada nggak pakai (becak)," terang Anies.
Wacana pengoperasian becak banyak mendapat respons, baik negatif maupun positif. Sejarawan JJ Rizal sendiri menyambut baik wacana pengoperasian becak.
"Becak itu ikonik, teknologi khas yang ditemukan oleh Kota Jakarta waktu masih bernama Batavia. Jadi ini bisa dirayakan. Sebenarnya sebagai atraksi budaya kota bukan sekadar alat transportasi lingkungan," kata dia ketika berbincang dengan detikcom, Rabu (17/1). (fjp/fjp)