"Saya kira Pak Sudirman merespon cawagub Pak Ganjar (Gus Yasin) dengan cara memilih Bu Ida, dengan pertimbangan tentu saja untuk mendulang suara NU terutama dari jaringan (organisasi) sayap perempuannya," kata dosen Fisipol UGM, Mada Sukmajati saat dihubungi detikcom, Selasa (9/1/2018).
Menurutnya, apa yang terjadi di Pilgub Jateng hampir sama dengan peta perpolitikan di Pilgub Jatim. Perbedaannya di Pilgub Jatim para cagub saling berebut suara nahdliyin, sementara di Pilgub Jateng justru cawagub yang berebut suara nahdiyin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kekuatan NU sekarang justru terbilah-bilah, kelompok-kelompok kecil begitu, yang itu nanti kemudian terkait dengan bagaimana masing-masing calon (cawagub mendekati) kelompok-kelompok kecil tersebut," lanjutnya.
Namun, lanjut Mada, dia belum bisa memastikan apakah kader nahdliyin masih terkotak-kotak dan tergantung bagaimana pandangan masing-masing kyai. Atau justru suara nahdliyin sudah mencair, tak lagi tergantung pandangan kyai.
"Kita belum tahu apakah politik aliran ini masih efektif dalam memobilisasi (massa) di era milenial. Saya kira perhitungan mereka (partai pengusung) masih politik aliran," ungkapnya.
Walaupun partai pengusung para calon di Pilgub Jateng masih mengandalkan politik aliran, Mada juga belum bisa memastikan apakah prilaku pemilih juga masih berpedoman politik aliran. Sebab era sekarang sudah berubah.
"Tapi yang jelas dari waktu ke waktu logika memilih kepala daerah itu kan berdasarkan figur yang lebih menentukan," pungkas dia. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini