"Catatan Indonesia darurat narkoba. Penegakan hukum tidak integral antara praajudikasi, ajudikasi apalagi pada tahap posajudikasi," kata pakar pidana Prof Hibnu Nugroho kepada detikcom, Rabu (3/1/2017).
Praajudikasi yaitu proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian dan BNN. Sepanjang 2017, berton-ton sabu diungkap dan puluhan orang ditangkap. Begitu pula ekstasi, jutaan pil diamankan aparat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, menjadi masalah saat kasus itu masuk proses di pengadilan (ajudikasi). Hukum tidak maksimal sesuai semangat UU Narkotika sehingga tidak memberikan efek jera. Apalagi setelah ketok palu hakim, hukuman mati tidak dilaksanakan sepanjang 2017 kemarin.
"Apalagi di LP atau pos-ajudikasi tampaknya gagal dalam memberikan pembinaan. Ini bisa dilihat begitu masuk penjara seolah menambah komunitas sesama penjahat narkoba," cetus Hibnu.
Kejaksaan Agung selaku otoritas yang mengeksekusi mati para gembong narkoba selalu mengulur-ulur waktu. Alhasil, pajak rakyat digunakan untuk memberi makan para bandar narkoba di penjara. Bahkan, tidak sedikit bandar yang tetap berulah mengontrol narkoba.
"Mengenai lambatnya eksekusi mati, saya juga sulit menjelaskan di sini, Pak. Saya cuma bisa mengatakan masih demikian banyaknya masalah penting yang dihadapi oleh bangsa ini yang harus didulukan, banyak hal, Pak," ujar Jaksa Agung Prasetyo dalam rapat bersama Komisi III DPR dk kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (11/10/2017). (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini