Menurut Dodi, sejauh ini popularitas dan kekuatan pendukung figur seperti Walikota Bandung Ridwan Kamil yang diusung Partai Nasdem-PPP-PKB, Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar (Partai Demokrat), dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi (Partai Golkar) cukup seimbang.
"Kalau dari tiga kepala daerah itu sudah ada basisnya. Kekuatan mereka sejauh ini seimbang," kata dia kepada detikcom, Kamis (28/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dukungan awal untuk Sudrajat, misalnya, lebih mengandalkan kepatuhan kader Partai Gerindra dan PKS yang terbiasa dengan disiplin pengerahan suara partai," ujar Dodi.
Menurut Muradi, tanpa terobosan berarti, calon dari kalangan TNI/Polri sulit meraup suara sebab institusi asal mereka tidak otomatis memberikan dukungan. Apa yang berlangsung dalam Pilkada di DKI Jakarta beberapa waktu lalu bisa diterapkan sebagai terobosan untuk mendongkrak suara, tapi dia mengingatkan hal strategi itu berdampak buruk bagi masyarakat karena sengitnya perbedaan dan tingginya penghujatan. Tak jarang isu SARA dimanfaatkan untuk menyerang lawan politik.
"Tentu ini menjadi perhatian jangan sampai seperti Jakarta. Strategi semacam itu sangat merusak, kita semua justru harus menjaganya jangan sampai terulang," jelasnya.
Andai calon yang muncul dalam pilgub nanti benar-benar lebih dari dua pasangan seperti diprediksi sekarang ini, gesekan di masyarakat akan lebih lunak. Sebab konsentrasi antar pendukung lebih terpecah. "Sebagai akademisi, saya berharap pilgub Jabar tidak sesengit di Jakarta kemarin," ujarnya. (erd/erd)