Ke Kejagung, MAKI Minta Kasus Korupsi Kondensat Dinyatakan Lengkap

Ke Kejagung, MAKI Minta Kasus Korupsi Kondensat Dinyatakan Lengkap

Yulida Medistiara - detikNews
Jumat, 22 Des 2017 18:47 WIB
Koordinator MAKI Boyamin. (Yulida/detikcom)
Jakarta - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendatangi Kejaksaan Agung. Dia mendesak jaksa peneliti segera menyatakan lengkap berkas kasus dugaan korupsi kondensat PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI).

Boyamin mengatakan dia menyerahkan surat kepada Direktur Penuntutan pada Jampidsus. Surat itu mempertanyakan berkas kasus kondensat yang belum dinyatakan lengkap.

"Demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum, kami meminta kepada Bapak Jaksa Agung RI untuk segera menetapkan status lengkap (P21) terhadap berkas perkara korupsi dan pencucian uang dalam penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) tersangka Raden Priyono, Djoko Harsono, dan Honggo Wendratno," kata Boyamin di Kejaksaan Agung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (22/12/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Kata Boyamin, Kejagung akan membuat kepastian hukum apakah kasus tersebut akan dinyatakan lengkap atau tidak. "Respons Kejagung, jaksa peneliti akan benar-benar memastikan apakah ini akan di-P21 (lengkap) atau tidak. Harapannya tentu P21," ujarnya.

Alasan berkas belum lengkap oleh jaksa peneliti karena terdapat perbedaan perhitungan kerugian negara. Menurut Boyamin, sebelumnya jaksa peneliti berpendapat kerugian negara dalam kasus itu senilai harga jual. Padahal, menurutnya, perhitungan kerugian negara seharusnya mengikuti pendapat BPK yang menyatakan total lost. Sebab, dari awal penunjukan perusahaan tidak melalui prosedur lelang tender, maka hasil keuntungan juga merupakan kerugian negara.

"Polisi dan BPK itu bilang total lost karena penunjukannya sudah tidak benar. Menurut BPK bilang karena hasil penjualannya tidak sah, maka itu jadi kerugian negara. Saya berpatokannya ke BPK karena perusahaan ditunjuk tidak sesuai tender yang benar, ya itu korupsi. Sehingga duit yang kamu peroleh itu adalah kerugiannya masyarakat. Tendernya tidak benar keuntungannya pun jadi hak negara," ujar Boyamin.

Dia menyebut besaran kerugian negara semestinya akan diputuskan oleh majelis hakim seperti pada putusan Pengadilan Tipikor atas terdakwa Haryadi Budi Kuncoro dan Ferialdu Noerlan dalam kasus korupsi mobile crane Pelindo II yang juga terdapat perbedaan perhitungan kerugian negara. Sedangkan jaksa peneliti tidak perlu melakukan perdebatan terkait hal tersebut.

"Atas dasar ini semestinya jaksa peneliti tidak perlu melakukan perdebatan tentang kerugian negara karena sudah berdasar audit BPK dan nantinya menjadi kewenangan hakim untuk memutus jumlah kerugian negaranya," imbuhnya.

Dalam perkara ini, MAKI juga telah mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kapolri, Jaksa Agung, dan KPK. Hal itu untuk menguji prosedur penyidikan.

"Praperadilan ini untuk menguji kebenaran profesionalisme kinerja penyidik atau penuntut dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sehingga hakim dapat menilai apakah penyidik atau penuntut telah menjalankan tugas dan wewenangnya secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," ujar Boyamin.

Kasus ini terjadi pada 2009, ketika SKK Migas melakukan penunjukan langsung terkait penjualan kondensat bagian negara kepada perusahaan yang didirikan HD, HW, dan NKK, yaitu PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI).

Proses ini diduga melanggar keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS 20/BP00000/2003-S0 tentang pedoman tata kerja penunjukan penjualan minyak mentah/kondensat bagian negara.

Dalam perkara ini, polisi menetapkan tiga tersangka, yakni Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, serta eks Direktur Utama TPPI Honggo Wendratno.

Para tersangka dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Tipikor. (yld/idh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads