"Sejauh ini mengacu di RKUHP itu belum diatur (peraturan LGBT), tapi yang jelas keputusan MK menjadi pertimbangan," kata Dirjen Perancangan Peraturan Perundang-undangan Kemenkum HAM, Dhahana Putra, di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2017).
Baca juga: Zina, LGBT, dan Putusan MK |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dhahana menjelaskan belum dimasukkannya unsur LGBT di RKUHP bisa jadi karena putusan MK baru saja keluar. Di sisi lain, RKUHP telah melalui proses pembahasan yang sangat panjang dan pembahasan pemerintah-DPR pun hampir selesai.
"Ya pertama gini ya, RKUHP kan disusun secara lama ya sejak tahun 1963 dan dibahas waktu yang cukup lama juga. Nah satu sisi bahwa tindak pidana pemerkosaan jelas siapa pun orangnya, baik sesama jenis maupun lawan jenis, itu termasuk tindak pidana. Ya kan? Jadi kita tidak mengkategorikan ini laki-laki, perempuan sesama jenis nggak. Jadi namanya ada satu tindak pidana yang dilakukan dengan pemerkosaan itu termasuk tindak pidana," tuturnya.
Perlu diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak mengadili gugatan soal LGBT dan kumpul kebo. MK menyerahkannya kepada DPR dan pemerintah untuk mengatur hal tersebut dalam sebuah undang-undang.
Sebelumnya, Komisi III DPR sedang merampungkan RUU KUHP terkait LGBT dan kumpul kebo. RUU tersebut diperkirakan dapat disahkan pada masa sidang mendatang.
"Memang sekarang ini Komisi III sedang membahas RUU KUHP, jadi melakukan perubahan dan menggantikan KUHP yang sekarang menjadi KUHP yang baru. Sudah hampir selesai (pembahasannya), dan kita berharap masa sidang yang akan datang sudah disahkan," kata anggota Komisi III Taufiqulhadi, Senin (18/12).
Taufiq menyebut undang-undang terkait kaum LGBT dan kumpul kebo memang harus masuk KUHP. Itu agar memperkuat undang-undang yang ada terkait hal tersebut.
"UU LGBT itu kan tidak ada di dalam KUHP. Sudah ada (undang-undangnya), jadi kami memperkuat bahwa zina itu harus masuk dalam KUHP mendatang," ujarnya. (knv/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini