Sore tadi, Sabtu (9/12/2017), detikcom berkesempatan menjadi salah satu yang bisa melongok ke dalam rumah yang disebut sudah berdiri sejak Soeharto menjabat sebagai Presiden itu. Rumah di Jalan Cendana No 6-8 Menteng, Jakarta Pusat itu dibuka karena Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto sedang mengundang para sesepuh Golkar untuk mengikrarkan niatan Titiek maju dalam munaslub Golkar.
Usai acara, Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Soeharto menjadi pemandu yang secara langsung mengenalkan isi rumah peninggalan orang tuanya. Begitu masuk ke dalam rumah, Tutut langsung menunjukkan ruangan di mana Pak Harto biasa menemui tamunya yang merupakan delegasi dari luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dalam ruangan itu terdapat sepaket sofa berwarna krem yang mengitari sebuah meja kayu. Di bingkai atas sofa yang paling panjang terdapat ukiran burung garuda. Sementara di atasnya menggantung lukisan burung merpati.
![]() |
Lukisan burung merpati yang panjangnya hampir 3 meter itu diapit oleh foto 3 dimensi Pak Harto dan istrinya, mendiang Siti Hartinah atau ibu Tin Soeharto. Di bawah masing-masing foto juga terdapat pajangan gading gajah dengan ukiran lakon pewayangan.
Di hadapannya terdapat bufet kaca penuh berisi keramik dan barang antik dari berbagai negara. Di sisi sudut dindingnya juga terdapat ukiran berwarna serupa kuningan yang menggambarkan seorang wanita membawa kendi. Di bawahnya ada miniatur tebing dan pura dan patung katak kecil yang melengkapi.
Di sudut lain ruangan yang cukup luas tersebut juga ada seperangkat kursi untuk menemui tamu. Di ruangan itulah tadinya pertemuan dengan sesepuh Golkar berlangsung. Sudut siku ruangan itu juga dipenuhi pajangan keramik yang tersimpan rapi di dalam bufet tinggi.
Berpindah ke ruangan lain. Di depan ruangan pertama, ada pintu menuju ruangan tempat pak Harto biasa bertemu dengan para menterinya. Ruangan yang dilengkapi sofa hitam itu juga tak lepas dari pajangan.
Di dinding ruangan itu terdapat lukisan Hanoman, lalu di sisi kanan ruangan berdiri bendera merah putih yang diapit 2 batang tombak. Bergeser ke sudut lainnya juga berdiri tegak sebuah lemari buku.
![]() |
Ada pula pajangan beraksara Jawa yang menurut Tutut merupakan prinsip hidup ayahnya semasa hidup. Pajangan simpel itu tertulis huruf sa-sa-sa, yang menurut Tutut singkatan dari 'sabar, sareh, saleh'.
"Itu prinsip hidup pak Harto dulu sampai beliau meninggal. Ada sa-sa-sa singkatan dari 'sabar, sareh, saleh'. Sabar itu artinya dalam hidup harus selalu sabar menghadapi ujian, lalu sareh itu berarti ikhlas, dan saleh itu beragama," ucap Tutut menerangkan.
Masuk lebih dalam lagi, ada satu pintu menuju ruang makan. Di ruangan berupa bangsal luas itu berderet meja makan meja makan. Lantai ruangan ini masih menggunakan ubin bercorak bunga klasik dengan warna krem.
"Nih lihat kondisinya begini, nggak ada bunker di sini loh," seloroh Tutut sambil menunjuk ke lantai.
Senada dengan hampir semua ruangan dalam rumah ini, terdapat lemari kaca berisi pajangan keramik dan gelas pula. Di salah satu sudutnya juga terpajang foto Soeharto menggunakan seragam sebagai presiden RI ke-2. Ada pula lukisan ibu Tin menggunakan kebaya hitam dan selendang merah di sudut lain turut menghias ruangan ini.
Rumah kediaman Presiden yang lengser 19 tahun lalu ini, disebut Tutut tidak ada lagi yang menempati. Sementara anak-anak Soeharto sudah mendiami rumahnya masing-masing.
![]() |
Dia kemudian menuturkan, walau rencananya belum matang, namun keluarga sudah berencana menjadikan 'Rumah Cendana' itu sebagai museum.
"Ya nanti dikelola sendiri oleh keluarga. Ya (ada kemungkinan dibuat diorama perjuangan pak Harto)," kata Tutut.
Rumah ini memang sengaja dijaga seorisinal mungkin kondisinya. Perawatannya pun dijaga sendiri oleh anak-anaknya.
"Nggak pernah berubah dari zaman Bapak jadi presiden dulu," sebut Tutut. (nif/nkn)