Sambut Hari Antikorupsi, Pimpinan KPK: Korupsi Itu Devil

Sambut Hari Antikorupsi, Pimpinan KPK: Korupsi Itu Devil

Mochamad Zhacky - detikNews
Jumat, 08 Des 2017 18:00 WIB
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta - Hari Antikorupsi Internasional akan diperingati pada 9 Desember besok. Pimpinan KPK tak bosan menyuarakan pemberantasan korupsi yang tak boleh berhenti.

"Korupsi itu devil, devil itu detail dan ruwet serta kompleks," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada detikcom, Jumat (8/12/2017).

"Oleh sebab itu, kita harus mau, tidak boleh lelah untuk detail dan jelimet serta linier-linier saja atau kalau tidak pemberantasan dan pencegahan korupsi bisa jadi upaya yang lambat berujung sukses," imbuh Saut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, Saut menyinggung tentang indeks persepsi korupsi Indonesia yang mengalami peningkatan dari 36 menjadi 37. Namun, menurutnya, peningkatan itu lambat dan lebih rendah daripada negara lain, seperti Malaysia, yang mendapat 49 poin, serta Singapura di angka 85.

Untuk mengatasinya, menurut Saut, pendidikan antikorupsi harus ditanamkan sejak dini. Setiap orang tua harus mengajari anak-anaknya membedakan barang milik publik dan milik sendiri.

"Mereka memulainya dari mendidik anak paham sadar sesadar-sadarnya bahwa mereka bisa membedakan mana milik publik atau negara dengan milik pribadi atau privat," tegas Saut.

Saut juga mengkritik hal-hal kecil di Indonesia yang dimaklumi padahal bisa menjadi benih-benih korupsi. Dia mengatakan seharusnya tidak ada toleransi atas kesalahan apa pun yang bisa menjadi korupsi besar.

"Mengapa kita sulit untuk di-check and balances? Ya urutannya kita akan jauh dari audit dan merasa nyaman di jalur transaksional, akibatnya tidak transparan," kata Saut.

"Jadilah kita yang egaliter dan membuka pintu hati atas koreksi-koreksi atau pengaturan-pengaturan yang ada sekecil apa pun itu, misalnya jangan buang sampah sembarangan, jangan langgar lampu merah. Yang melanggar ya dihukum keras, termasuk nabrak tiang listrik, misalnya, karena lalai mengemudi. Jadi tidak hanya korupsi puluhan juta atau hanya pejabat negara korupsi baru dihukum swasta dengan swasta sogok-menyogok ratusan ribu juga harus dihukum. Apakah dihukum secara administrasi atau hukuman badan atau pidana alternatif, misalnya sanksi sosial. Itu konsensus kita. Yang utama jangan didiamkan hanya karena kecil secara rupiah," Saut menegaskan. (zak/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads