Melihat Kontroversi Kolom Agama di KTP Mesir

Melihat Kontroversi Kolom Agama di KTP Mesir

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 07 Des 2017 15:31 WIB
Ilustrasi Majalah Konstitusi (ist.)
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Penghayat Kepercayaan boleh dicantumkan di kolom agama di KTP. Di Mesir, kolom agama di KTP juga menuai kontroversi berkepanjangan.

"Selain Islam, pemerintah Mesir hanya mengakui dua agama lainnya yaitu, Kristen (Katolik dan Protestan) dan
Yahudi, yang dianggap tidak bertentangan dengan syariah Islam," tulis Majalah Konstitusi Nomor 129 yang diterbitkan Mahkamah Konstitusi (MK), sebagaimana dikutip detikcom, Kamis (7/12/2017).

Meskipun pemerintah hanya mengakui tiga agama tersebut, di Mesir terdapat kepercayaan lainnya, misalnya Baha'i, yang penganutnya telah ada di Mesir selama lebih dari satu abad. Selain itu, ada pula warga negara Mesir yang tidak menganut kepercayaan/agama tertentu. Para penganut Baha'i sering menerima perlakuan diskriminatif dari pemerintah karena Baha'i dianggap mengganggu ketertiban umum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 2004, Husam Izzat dan Rania Inayat mempunyai masalah administrasi paspor. Yaitu paspornya tidak bisa keluar karena beragama Baha'i.

"Karena merasa hak konstitusional mereka dilanggar, Hosam dan Rania membawa kasus tersebut ke Court of Administrative Justice dan meminta Menteri Dalam Negeri dan CSD (Civil Status Department) memberikan kartu identitas mereka yang ditahan serta akta kelahiran baru untuk ketiga anak mereka yang menyebutkan Baha'i sebagai agama mereka," tulis Majalah Konstitusi di halaman 67.

Pada 4 April 2006, Administrative Court (Pengadilan Tata Usaha) Mesir memberikan putusan atas kasus tersebut dan mengabulkan permohonan Hosam dan Rania. Putusan tersebut mengacu pada putusan serupa oleh Supreme Administrative Court (SAC) yang lebih tinggi pada 1983 mengenai kasus serupa.

Pengadilan tersebut juga memerintahkan CSD untuk memberikan dokumen-dokumen yang diminta oleh pemohon. Berikut ini adalah kutipan pertimbangan pengadilan dalam memberikan putusan:

It is not inconsistent with Islamic tenets to mention the religion on this card even though it may be a religion whose rites are not recognized for open practice, such as Baha'i faith and the like. On the contrary, these [religions] must be indicated so that the status of its bearer is known and thus he does not enjoy a legal status to which his belief does not entitle him in a Muslim society.

Tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam untuk menyebutkan agama dalam kartu (identitas) ini meskipun ajaran agama tersebut tidak diakui pelaksanaannya secara terbuka, seperti Baha'i dan sebagainya. Akan tetapi, [agama-agama] tersebut harus disebutkan agar status penganutnya diketahui dan ia tidak menikmati status hukum yang tidak diperuntukkan baginya oleh kepercayaannya dalam sebuah masyarakat Muslim

"Akan tetapi, pada Mei 2006, Appeals Inspection Chamber pada Supreme Administrative Court (SAC) mengajukan banding terhadap putusan tersebut. Pada Desember 2006, SAC memutuskan bahwa negara tidak wajib mengeluarkan kartu identitas atau akta kelahiran yang mengakui kepercayaan Baha'i, sehingga menganulir putusan Administrative Court sebelumnya," ujarnya.

Adapun MK, baru-baru ini memutuskan Penghayat Kepercayaan juga bisa mencantumkan keyakinannya di kolom agama pada KTP.

"Putusan Administrative Court Mesir dan MK RI, menjunjung tinggi hak dan kebebasan beragama warga negara. Konstitusi Mesir dan Indonesia sama-sama menyebutkan bahwa hak dan kebebasan beragama warga negara dilindungi oleh negara," paparnya.

Dengan memberikan putusan yang mengakui keberadaan penganut Baha'i, Administrative Court Mesir telah melaksanakan Ayat (53) Konstitusi Mesir yang berbunyi:

All citizens are equal before the Law. They are equal in rights, freedoms and general duties, without discrimination based on religion, belief, sex, origin, race, color, language, disability, social class, political or geographic affiliation or any other reason.

Semua warga negara berkedudukan sama di dalam hukum. Semua warga negara memiliki hak, kebebasan,
dan kewajiban yang sama, tanpa diskriminasi berdasarkan agama, kepercayaan, jenis kelamin, asal-usul, ras, warna kulit, bahasa, kecacatan, kelas sosial, afiliasi politis atau geografis, atau alasan lainnya. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads