"Tindakan yang dilakukan Gatot Nurmantyo melakukan mutasi 85 perwira tinggi TNI sehari sebelum Presiden Jokowi mengajukan calon pengganti Gatot, jelas tidak etis karena melanggar kepatutan dalam berorganisasi," ujar Ketua Setara Institute Hendardi kepada wartawan, Rabu (6/12/2017).
Hendardi mengatakan Gatot memiliki wewenang penuh merombak formasi di TNI menjelang pensiun. Karena itu, Hendardi meminta ada aturan yang mengatur mutasi perwira TNI menjelang transisi kepemimpinan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebetulan, mutasi yang dilakukan Gatot bertepatan dengan usulan Presiden Jokowi menunjuk KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto menjadi Panglima TNI. Hendardi menilai Hadi masih dapat meninjau ulang terkait mutasi pati TNI.
"Hadi Tjahjanto dapat saja meninjau ulang mutasi yang dilakukan Gatot jika penempatan-penempatan perwira itu tidak memperkuat organisasi TNI," tutur Hendardi.
Sebelumnya, Gatot beralasan ia belum mengetahui kabar dari Presiden Jokowi terkait nama Panglima TNI baru sehingga ia sudah telanjur melakukan mutasi. Gatot menilai keputusannya tak melanggar etika.
"Ya, belum tahu karena ditanyakan tadi, bahwa saya tidak diberi tahu Presiden. Kalau saya diberi tahu nanti (ada proses pergantian Panglima TNI), sejak itu saya tidak boleh (melakukan mutasi)," ujar Gatot di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (6/12).
"Jadi, kalau saya mengeluarkan (surat keputusan mutasi) tanggal 5 (Desember) atau hari ini itu, walaupun secara legalitas masih boleh, secara de facto saya masih Panglima TNI. Tapi secara etika, itu tidak. Saya tidak melanggar etika karena itu tanggal 4 sudah diparaf," tutur Gatot. (dkp/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini