"Dengan semakin meluasnya seruan untuk demonstrasi yang dimulai pada 6 Desember di Yerusalem dan Tepi Barat, pegawai pemerintah AS dan keluarga mereka tidak diizinkan untuk melakukan perjalanan pribadi di Kota Tua, Yerusalem dan di Tepi Barat hingga pemberitahuan lebih lanjut," demikian bunyi imbauan perjalanan dari Departemen Luar Negeri AS, seperti dilansir AFP, Rabu (6/12/2017).
"Perjalanan para pegawai pemerintah AS di Kota Tua, Yerusalem dan di Tepi Barat diizinkan hanya untuk perjalanan penting dan dengan pengamanan tambahan," imbuh imbauan perjalanan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Informasi terbaru dari para pejabat senior AS menyebut Trump akan menyampaikan pengakuan resmi bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel, dalam pidato publik pada Rabu (6/12) siang waktu AS atau Kamis (7/12) dini hari waktu Indonesia.
Langkah ini dianggap kontroversial karena dunia internasional tidak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Langkah ini juga mendobrak kebijakan lama AS yang selama ini menegaskan, status Yerusalem harus diputuskan dalam perundingan antara Palestina dengan Israel.
Selain akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Trump juga akan memerintahkan perencanaan proses pemindahan Kedutaan Besar AS untuk memenuhi keputusan Kongres AS tahun 1995 yang meloloskan undang-undang yang mengatur pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem.
Hal ini telah ditentang oleh banyak pihak, termasuk Palestina yang para pemimpinnya telah menyerukan digelarnya aksi protes selama tiga hari mulai Rabu (6/12) waktu setempat.
Kelompok Hamas juga memperingatkan langkah sepihak oleh AS itu akan memicu intifada atau kerusuhan Palestina ketiga. Pada Selasa (5/12) waktu setempat, Hamas menyerukan kepada warga Palestina untuk menggelar aksi protes menolak pemindahan Kedubes AS dan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Hamas meminta kaum muda di Tepi Barat untuk bangkit dan ikut dalam aksi protes.
(nvc/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini