"Memohon kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut menyatakan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Pidana Khusus tanggal 14 September 2017 tentang penetapan tersangka Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty tidak sah," kata kuasa hukum Surya Chandra, Edi Utama, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (4/12/2017).
Dalam permohonan gugatannya (petitum), Edi meminta hakim tunggal Riyadi Sunindyo menyatakan tindakan penyidik Kejagung tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan meminta penyidik menghentikan penyidikan. Dia juga meminta agar kliennya dibebaskan dari penjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam dalil permohonannya, Edi menilai penyidik tidak memiliki bukti permulaan yang cukup. Sebab berdasarkan pasal 185 KUHAP keterangan saksi adalah apa yang disampaikan di dalam persidangan, bukan saat dipanggil oleh penyidik sebagai saksi.
"Maksud dari uraian itu agar keterangan saksi dapat diuji secara terbuka karena di dalam persidangan untuk menjadi saksi harus melalui verifikasi data pribadi, dan sumpah di hadapan hakim. Ini lah inti negara hukum bahwa segala sesuatu perlu mengindahkan due process of law. Dengan begitu penentuan pemohon sebagai tersangka hingga berujung pada penahanan hanya sebatas berdasarkan keterangan saksi di dalam panggilan penyidikan haruslah dinyatakan bertentangan dengan hukum," kata Edi.
Dia menyebut penetapan Surya sebagai tersangka melanggar pasal 1 butir 2 KUHAP. Menurutnya belum ada bukti yang cukup yang dimiliki penyidik, tetapi pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu dia juga membantah Surya melakukan intervensi dalam prposes pelelangan pengadaan kontrasepsi susuk KB II/IMPLAN Tiga Tahunan Plus Inserter Ditjalpem BKKBN tahun anggaran 2015. Edi mengatakan proses lelang tersebut telah sesuai aturan dan dilalui prinsip kehati-hatian.
"Bahwa keputusan-keputusan yang telah diambil pemohon mengenai kelanjutan lelang kontrasepsi susuk KB II/IMPLAN Tiga Tahunan Plus Inserter Ditjalpem BKKBN tahun anggaran 2015 bersifat Diskresi/kebijakan suatu kebijakan atau diskresi tidak bisa dipidana," ujar Edi.
"Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, seorang pejabat negara bisa melakukan diskresi atau mengambil suatu kebijakan. Apabila di kemudian hari kebijakan yang diambil itu dianggap merugikan keuangan negara, hal tersebut bukan merupakan tindak pidana," sambungnya.
Selain itu Edi mengklaim laporan hasil pemeriksaan BPK pada tahun 2015 tidak menyebutkan adanya kerugian keuangan negara. (yld/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini