"Gubernur perlu membuat forum uji publik terhadap RAPBD 2018, agar masyarakat yang masih belum move on dari pilkada dan mengkritisi juga paham perencanaan anggaran di DKI Jakarta," kata Koordinator Advokasi dan Investigasi Fitra Apung Widadi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/11/2017).
Menurut dia, satu kata kunci bahwa APBD milik rakyat Jakarta dengan semua golongan, politik anggarannya harus berpihak pada kesejahteraan, bukan golongan pro atau kontra saat pilkada. Selain itu, Apung mengingatkan, APBD DKI Jakarta harus efektif dan efisien.
"Setetes anggaran pun harus bermanfaat untuk masyarakat. Jadi hapuskan anggaran yang tidak perlu, seperti anggaran untuk Tim Gubernur, biaya perawatan kolam, dana hibah, dan anggaran kunjungan kerja," tegas Apung.
Kalaupun pos-pos anggaran itu tetap ada, harus dipastikan bahwa alokasinya tak membengkak. Agar ada parameter harga yang sesuai dengan katalog pengadaan barang dan jasa, Apung menyarankan Pemrov DKI menggunakan sistem e-budgeting.
"Dana Tim Gubernur, pembangunan kolam, dana hibah, dan kunjungan kerja harus dirasionalisasi. Jangan membengkak, yang wajar saja. Caranya gimana? Ya pakai lagi e-budgeting agar ada parameter harga sesuai dengan e-katalog untuk pengadaan barang dan jasa," papar Apung.
Apung melihat Anies dan Sandi ingin memasukkan janji-janji kampanye mereka ke dalam RAPBD DKI 2018. Padahal program-program tersebut dinilai belum siap. Semestinya Anies dan Sandi tak perlu memaksakan janji-janji mereka untuk semuanya masuk di RAPBD DKI 2018.
"Program Rumah DP Nol Persen dan Program OK OCE bagus, namun jangan dipaksakan full terealisasi dalam setahun ini. Harus di-planing agar berkelanjutan. Intinya, janji kampanye wajib direalisasikan, namun jangan mengorbankan alokasi anggaran dari yang lain, khususnya fokus pada masalah transportasi, banjir, dan pendidikan," kata Apung.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo menduga ada kolaborasi politik antara Pemprov DKI di bawah Anies-Sandi dan DPRD DKI. Dia pun mengajak publik mengawasi RAPBD DKI 2018 yang disusun oleh Anies-Sandi dengan DPRD DKI.
"Saya masih menduga-duga, bisa saja ini ada kolaborasi politik kerja sama dengan DPRD. Saya bisa saja salah, maka diamati saja, kita awasi bersama," kata Agus.
Dia sepakat dengan Apung agar Pemprov DKI menggunakan model e-budgeting dalam menyusun APBD DKI. Ini untuk mengurangi kemungkinan terjadi korupsi dalam proyek-proyek di Pemprov DKI. "E-budgeting harus (digunakan) untuk mengurangi korupsi. Kalau sekarang tak pakai e-budgeting, ya bisa dibilang itu melestarikan korupsi," tutup Agus.
RAPBD DKI 2018 tercatat Rp 77,1 triliun. Beberapa pos mendapat perhatian publik karena terjadi lonjakan jumlah anggaran. Salah satu anggaran yang membetot perhatian publik adalah pos untuk Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Anggaran TGUPP meningkat dari Rp 2,3 miliar menjadi Rp 28 miliar.
Publik juga menyoroti anggaran Pemprov DKI untuk memperbaiki dan merawat kolam air mancur di Balai Kota. Sekretariat DPRD mengusulkan anggaran perbaikan kolam dan air mancur ini sebesar Rp 620 juta.
Ada juga alokasi dana hibah yang naik dari Rp 1,4 triliun di 2017 menjadi Rp 1,7 triliun pada 2018. Sejumlah organisasi kemasyarakatan DKI dan majelis taklim serta musala dialokasikan mendapat dana hibah tersebut.
Yang tak luput dari perhatian publik adalah soal anggaran untuk kunjungan kerja anggota DPRD DKI ke luar negeri. Di APBD DKI 2018, anggaran kunker DPRD DKI ke luar negeri yang dikucurkan Rp 107,7 miliar. (erd/jat)