"Sudah sekitar satu setengah tahun ini, Istana Negara sering membeli kesini melalui utusannya. Sore ini tadi juga mengambil lagi," ujar Sri Mardiyati di rumahnya Karangbulu Mudal, Boyolali Kota, Kabupaten Boyolali.
Menurut dia, Istana Negara memang sering dan sudah langganan membeli madu dari tempatnya. Sejak satu setengah tahun lalu, sudah sekitar 6 kali, Istana melalui utusannya datang membeli. Selain Istana juga banyak pejabat yang menjadi langganan. "Tadi membeli 7 botol," katanya.
Dalam melayani pembeli, pihaknya juga mengajak konsumen tersebut untuk ikut memanen dan bahkan memeras sendiri madu itu untuk dimasukkan ke dalam botol. Hal ini untuk menjaga keaslian madu yang dihasilkannya tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya kalau untuk bisnis dirinya belum berani, karena biasanya harus ditarget. "Kalau harus (mendapat) sekian kilo. Kami belum mampu. Maka disini kami berinama budidaya, untuk pelestarian lebah Jawa yang sudah hampir punah," imbuhnya.
Hasil penjualan madunya, lanjut Sri, juga lebih untuk kegiatan kemanusiaan maupun pendidikan. Mengedukasi generasi muda, agar nantinya menjadi pemimpin yang hebat.
"Disisa umur saya, ingin bermanfaat untuk negara. Bisa mencetak pemimpin yang negarawan," ucap dia.
Maka, budidaya lebah ini dan hasilnya digunakan untuk melatih adik-adik Pramuka, Menwa, pelajar, pemuda secara gratis. Menurutnya, banyak Pramuka maupun Menwa dari berbagai universitas yang datang ke tempatnya. "Makanya, budidaya lebah Jawa ini kami beri nama Dasa Dharma," tandasnya.
Dia mengatakan konsumen juga bisa membeli yang sudah dimasukkan ke dalam botol maupun yang masih berikut sarangnya. Untuk yang sudah dimasukkan botol, ukuran 200 ml harganya Rp 150 ribu. Sedangkan yang berikut sarang lebahnya, Rp 500 ribu per kilogram.
Lebah jawa yang dibudidayakan disamping rumahnya di Dukuh Karangbulu, Desa Mudal, Kecamatan Boyolali Kota, Boyolali itu sudah sejak 5 tahun lalu. Dia mengaku cukup sulit untuk mendapatkan bibit lebah Jawa karena memang sudah cukup langka.
"Awalnya 20 kotak, kemudian mijah sendiri. Kami mencari bibitnya agak susah, pernah juga mendatangkan dari teman di Magelang, Wonosobo, tetapi pergi lagi karena tidak sesuai dengan iklim," katanya.
![]() |
Kemudian pihaknya mencari lebah Jawa di wilayah Boyolali dan sekitarnya saja. Baik mencari sarang lebah ke sejumlah tempat, seperti sungai maupun rumah penduduk, juga dengan cara memancing menggunakan gelodok yang diberi legen. Setelah lebah masuk, kemudian dibawa pulang.
Hingga akhirnya saat ini ada sekitar 100 kotak lebah yang dibudidayakan di pekarangan seluas 4.000 meter persegi di samping rumahnya itu. Lebah itu dibudidayakan pada gelodok atau kotak kayu. Di dalam gelodok juga dibiarkan kosong tanpa sekat. Sehingga lebah itu bebas membuat tolo atau sarangnya sendiri. Agar lebah tidak kabur, di
kotak itu diberi legen untuk memancing.
Menurut Hardono, pengelola budidaya lebah Jawa itu, untuk mengelola lebah Jawa tidak bisa sembarangan. Ada sejumlah hama yang bisa membuat lebah-lebah lokal itu kabur dari sarangnya, seperti burung, cicak atau kupu besar. "Kalau sampai masuk ke sarang, bisa lari lebahnya," jelas dia.
Untuk mengatasi hal itu kata dia, gelodok atau kotak kayu itu ditutup menggunakan jaring kawat dan kertas kardus. Sehingga lebah masih dengan mudah masuk, namun hama itu tidak bisa masuk. (bgs/bgs)