Sejak siang hari, warga sudah berdatangan di kompleks wisata umbul Pengging, di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Mereka hendak mengikuti tradisi Saparan atau sebaran apem, Jumat (17/11/2017).
Ribuan warga dari berbagai daerah memadati lokasi acara untuk ikut ngalap berkah. Sekitar 20 ribu apem disiapkan panitia untuk dibagi-bagikan kepada warga yang hadir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini merupakan tradisi yang dilakukan masyakat Banyudono setiap bulan Sapar. Kami sangat mendukung acara ini sekaligus untuk nguri-uri budaya masyarakat," kata Ketua DPRD Boyolali, S Paryanto, yang hadir dalam kegiatan itu.
Setelah melalui prosesi acara yang dimulai pukul 14.00 WIB, gunungan apem kemudian dikirab menuju depan masjid Ciptomulyo. Namun, jelang kirab, hujan deras mengguyur wilayah Pengging dan sekitarnya.
Meski hujan, tak menyurutkan para peserta kirab. Barisan Paskibraka, prajurit keraton, Pakasa, drumband dan peserta kirab lainnya tetap melangkah sejumlah kereta kuda ikut dalam kirab ini.
![]() |
Sesampainya di lokasi, gunung apem langsung dinaikkan ke panggung untuk selanjutnya dibagikan ke masyarakat yang hadir. Ada dua titik panggung untuk sebaran apem ini. Selain di depan masjid Ciptomulyo sebagai panggung utama, juga di depan pasar Pengging.
Sebaran apem inilah yang dinanti-nantikan pengunjung. Meski hujan, mereka tetap antusias berebut apem yang disebarkan dari atas panggung. Apem-apem itu dipercaya bisa membawa berkah.
"Ini untuk tolak bala, nanti dipasang di atas pintu depan rumah. Yang tahun kemarin juga masih ada," kata Ibu Windaryani, warga Bangak, Banyudono.
Dia mengaku mendapat satu apem dan rangkaian bunga melati dironce. Di tangannya juga memegang janur.
Awal mula tradisi ini, dahulu kala berawal dari pagebluk atau gagal panen besar-besaran di daerah Pengging. Saat itu tanaman padi mati karena hama keong emas. Kemudian, Raden Ngabei Yosodipuro, pada zaman pemerintahan Pakubuwono II Keraton Surakarta memerintahkan agar keong emas itu diambil dan dimasak dengan cara dikukus dan dibalut menggunakan janur.
Akhirnya, hama keong emas dan tikus itu bisa hilang dan panen rakyat melimpah. Sebagai rasa syukur. Kemudian Raden Ngabei Yosodipuro memerintahkan kepada warga untuk membuat apem kukus keong emas untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat luas. Tradisi itu akhirnya berlanjut sampai sekarang ini.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten II Setda Boyolali, Widodo Al Muniru menyampaikan harapannya agar tradisi ini bisa terus dilestarikan. Dengan begitu, tradisi ini juga bisa meningkatkan kemajuan wisata Pengging dan sekitarnya. (sip/sip)