KPK Tanggapi Novanto: Hak Imunitas Bukan Berarti Kebal Hukum

KPK Tanggapi Novanto: Hak Imunitas Bukan Berarti Kebal Hukum

Nur Indah Fatmawati - detikNews
Senin, 13 Nov 2017 22:47 WIB
Gedung KPK (Rachman Haryanto/detikcom)
Jakarta - KPK menegaskan hak imunitas yang jadi alasan Setya Novanto menolak panggilan pemeriksaan bukan berarti kebal hukum. Pemeriksaan terhadap orang-orang yang diduga beperkara, termasuk dugaan korupsi, tetap bisa dilakukan.

"Terkait alasan baru yang gunakan hak imunitas atau kekebalan, tentu jangan sampai itu dipahami ada orang-orang orang yang kebal secara hukum sehingga tidak bisa dilakukan pemeriksaan atau ada batasan. Apalagi untuk dugaan tindak pidana korupsi dan hak imunitas terbatas saya kira," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (13/11).

Febri menyebut hak imunitas yang jadi alasan kubu Novanto bukan dalam konteks saksi atau tersangka. Hak imunitas hanya melekat pada anggota DPR dalam menyampaikan pendapat terkait tugas yang dimiliki.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Diatur dalam UUD sampai UU MD3, lebih terkait pada pelaksanaan tugas atau pernyataan yang disampaikan. Hak imunitas tidak mencakup bisa melindungi orang karena diduga melakukan korupsi atau mengetahui informasi terkait korupsi," kata juru bicara KPK ini.

Sebelumnya, Setya Novanto memang mengirimkan surat izin keterangan ketidakhadiran atas panggilan KPK sebagai saksi untuk Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo. Surat itu mengatasnamakan dirinya dan ditandatangani Novanto sendiri.

Dia mengajukan alasan mulai izin Presiden yang harus dipenuhi KPK sebelum memanggilnya sampai soal hak imunitas dengan landasan hukum mulai UUD 1945 hingga UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).

Novanto mengajukan landasan hukum Pasal 224 ayat 5 dalam salah satu poin yang diajukan soal hak imunitas anggota Dewan. Isinya:

Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Sedangkan dalam Pasal 224 ayat 1 UU MD3 disebutkan:

Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.

Febri kemudian mempertanyakan balik kaitan wewenang anggota Dewan dengan kasus korupsi. "Apakah terlibat dalam kasus korupsi atau mengetahuinya juga termasuk dalam pelaksanaan fungsi dan wewenang tugas di DPR?" ujarnya.

Tetapi KPK tetap mempelajari beragam alasan yang diajukan Ketua Umum Golkar itu. Soal diperlukannya izin dari Presiden, menurut KPK, banyak ahli hukum yang berpendapat tidak perlu.

"Tentu kami pelajari lebih dulu, misalnya terkait apa dibutuhkan persetujuan Presiden atau tidak, saya kira itu cukup jelas, banyak ahli juga mengatakan ketentuan UU MD3 itu tidak bisa diterapkan dalam konteks dugaan kasus e-KTP. Apalagi pemanggilan sebagai saksi," pungkasnya. (nif/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads