Lewat Supercamp, Pendidikan Antikorupsi di Kemenag Diharap Membaik

Lewat Supercamp, Pendidikan Antikorupsi di Kemenag Diharap Membaik

Nur Indah Fatmawati - detikNews
Senin, 13 Nov 2017 16:17 WIB
Foto: Pembukaan Anti-Corruption Teacher Supercamp 2017 & Seminar 'Pendidikan Antikorupsi dalam Perspektif Agama Islam' di KPK. (Nur Indah/detikcom)
Jakarta - Pimpinan KPK Laode M Syarif berharap pendidikan antikorupsi di bawah Kementerian Agama dapat lebih membaik. Pendidikan antikorupsi melalui kegiatan supercamp diharap menjadikan Kemenag lebih baik dari Kemendikbud.

Syarif mengungkapkan, dari kajian KPK ditemukan penyimpangan terkait pengadaan sarana prasarana dan bantuan siswa miskin. Ada 12 temuan di sana. Hal ini disampaikannya dalam pembukaan Anti-Corruption Teacher Supercamp 2017 & Seminar 'Pendidikan Antikorupsi dalam Perspektif Agama Islam' di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (13/11/2017).

"Jadi panjang sekali temuannya. Dan kira-kira di antara temuan itu ada benarnya apa tidak? Kalau itu kenyataannya jangan berharap kita akan meneruskan anak didik yang lebih baik," kata Syarif yang disambut anggukan 100 guru madrasah yang hadir.
Lewat Supercamp, Pendidikan Antikorupsi di Kemenag Diharap MembaikFoto: Pembukaan Anti-Corruption Teacher Supercamp 2017 & Seminar 'Pendidikan Antikorupsi dalam Perspektif Agama Islam' di KPK. (Nur Indah/detikcom)

Guru madrasah dari berbagai tingkatan ini terpilih untuk mengikuti kegiatan selama 5 hari di Bogor. Mulai 13-18 November 2017 dengan tema kegiatan pendidikan antikorupsi yang merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi pencegahan KPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Integritas, lanjut Syarif, harus dimiliki semua guru untuk membentuk karakter bangsa. Dia menuturkan, Indonesia yang kini baru menempati posisi 37 dari indeks persepsi korupsi 100 negara di dunia. Ini menurutnya karena kurangnya pendidikan mendasar soal pemisahan barang milik pribadi dan publik kepada siswa.

"Dari Skandinavia, New Zealand, Singapura. Top 10 itu-itu saja. Tahun 2016 Denmark juara 1. Dia bilang, 'Kalau sering sekali beribadah, nggak juga. Gereja juga hampir tutup katanya. Dari kecil kami diajari bahwa kalau itu barang publik tidak boleh diakui atau dimiliki. Misalnya kapur tulis atau spidol di kelas. Karena kami diajari itu uang rakyat. Karena itu uang seluruh Denmark. Jadi tidak bisa mencampurkan barang umum dengan pribadi,'" ceritanya.

"Dan terus terang, buat pak Sekjen, sistem tata kelola sekolah yang (sekolah) umum itu lebih bagus dari bapak-ibu (di bawah Kemenag). Seharusnya terbalik, lebih bagus bapak-ibu," imbuh Syarif.

Syarif kemudian menekankan integritas yang bisa diajarkan guru dengan tidak menerima hadiah dari siswa atau melakukan pembiaran terhadap perilaku menyontek. Penerimaan hadiah pasti sedikit-banyak akan memengaruhi kecenderungan penilaian guru.

Dia juga menyayangkan banyaknya kasus pengondisian siswa menyontek demi kelulusan. Perbuatan ini tentu sangat haram dalam agama.

"Kalau masih mau menerima hadiah dan membolehkan nyontek, bubar saja nggak usah ikut kegiatan ini. Universitas negeri banyak banget yang dosen, profesornya, banyak banget, semua universitas top 10 Indonesia punya masalah itu," ucapnya.
Lewat Supercamp, Pendidikan Antikorupsi di Kemenag Diharap MembaikFoto: Pembukaan Anti-Corruption Teacher Supercamp 2017 & Seminar 'Pendidikan Antikorupsi dalam Perspektif Agama Islam' di KPK. (Nur Indah/detikcom)

Sementara itu perwakilan Kemenag, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Suyitno mengatakan kunci pendidikan karakter bangsa 20 hingga 30 tahun ke depan ada di tangan guru-guru saat ini yang ada di hadapannya.

"Guru adalah penjaga terdepan untuk membangun karakter. Ada 9 breakdown yang dirumuskan KPK. Mudah-mudahan acara ini bisa ada lagi tahun depan. Dan ada sertifikasi, dan sudah saatnya jadi kompetensi. Lahan menambah wawasan siapa pun yang berkomitmen menjaga dari korupsi," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Berikut 12 penyimpangan yang ditemukan dari kajian KPK terkait pengadaan sarana prasarana dan bantuan siswa miskin:

1. Mekanisme pengelolaan proposal tidak sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
2. Proses verifikasi proposal belum maksimal.
3. Kriteria affirmative action dalam pemberian proyek pendidikan pondok pesantren tidak transparan dan tidak akuntabel.
4. Data penerima bantuan surplus tidak teradministrasi dengan baik.
5. Kemenag belum siap mengelola bantuan surplus akibat perubahan account.
6. Terdapat ketidaksesuaian antara petunjuk teknis dengab pelaksanaan pengelolaan bantuan siswa miskin.
7. Penggunaan bantuan siswa miskin tidak sesuai peruntukannya.
8. Penanganan pengadaan di masyarakat serta monitoring dan evaluasi bantuan siswa miskin belum optimal.
9. Jumlah satker (satuan kerja) yang tidak tertib.
10. Sistem informasi atau database pendidikan belum optimal untuk digunakan sebagai data acuan dalam pengambilan keputusan.
11. Belum adanya aturan pengelolaan dana fasilitasi masyarakat oleh komite madrasah
12. Adanya pungutan untuk membiayai kegiatan yang sudah jalan. (nif/nvl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads