"Nggak apa-apa yang namanya upaya kan perlu. Ya nggak? Usaha ya nggak?" kata Saut kepada wartawan setelah menghadiri Festival Konstitusi dan Antikorupsi di Universitas Indonesia, Depok, Senin (13/11/2017).
KPK mengumumkan penetapan Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada Jumat (10/11). Ini kedua kalinya KPK menjerat Novanto setelah kalah melalui praperadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemarin di praperadilan itu kan prosesnya yang diperdebatkan, bukan berarti dia tidak ada peristiwa pidananya. Peristiwa pidananya ada, cuma dalam proses membawa peristiwa pidana ini yang dipraperadilankan. Makanya kita awali kan dari awal lagi semua kan. Kita kirim lagi SPDP-nya, kita panggil lagi," terang Saut soal proses penyidikan Novanto.
Saut juga tak mempersoalkan langkah pengacara Novanto melaporkan dirinya, termasuk Agus Rahardjo, ke Bareskrim Polri pascapengumuman penetapan tersangka.
"Proses hukum itu begitu dong. Hukum itu harus diselesaikan dengan cara hukum, nggak boleh dengan cara-cara lain," tegasnya.
Pengacara Novanto, Fredrich, sebelumnya menyebut tindakan KPK memanggil kliennya inkonstitusional bila dilakukan tanpa izin presiden. Apabila nantinya KPK menggunakan upaya paksa, dia meminta perlindungan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Pasti kita minta perlindungan pada Presiden, termasuk polisi dan juga TNI. Mereka itu (KPK) mau memecah belah Indonesia. Jelas itu ada indikasi memecah belah Indonesia. Mereka melakukan tindakan inkonstitusional," ujar Fredrich di kantor DPP Golkar, Minggu (12/11). (fdn/fjp)